Selasa, 14 Mei 2013

LINTASAN SEJARAH ISLAM(2)


LINTASAN SEJARAH ISLAM (2)

SISTEM PEMERINTAHAN PADA MASA UMAYYAH
DAN TRAGEDI KERBELA

Oleh:Muamar Anis


           Ketika mulai menjalankan pemerintahannya Daulah Umayyah menghapuskan dasar-dasar syurayang telah dilaksanakan pada masa Khalifah al-Rasyidin. Tampuk pemerintahan dan kekuasaan sepenuhnya berada di tangan raja. Sistem pemerintahan yang sentralistik dan monolitik ini didukung oleh kekuatan militer, politik dan diplomasi yang terorganisir rapi. Umayyah meniru sistem Rumawi dan Byzantium, yang sistem pemerintahannya sentralistik dan monolitik, serta otoriter dan hegemonik dalam pelaksanaan.
            Sebagai akibat dari perubahan sistem pemerintahan itu maka organisasi politik (al-Nizam al-Siyasah) mengalami perubahan pula. Perubahan asasi terlihat dalam sistem khilafah. Kepala pemerintahan (khalifah) tidak lagi dipilih berdasarkan musyarawarah, melainkan diangkat berdasarkan keturunan. Pemerintahan dengan demikian berada di tangan raja.Penyelewengan dan  KKN semakin mudah berkembang.
Dalam menjalankan pemerintahan khalifah dibantu oleh Dewan Sekretaris Negara (Diwan al-Khitabah) dan Dewan Kepegawaian (Diwan al-Hijabah). Diwan al-Khitabah dipimpin oleh seorang ketua dibantu lima orangkhatib masing-masing: (1)Khatib al-Rasa’il, untuk urusan surat menyurat kerajaan; (2) Khatib al-Kharraj, untuk urusan pajak dan keuangan; (3) Khatib al-Jund, untuk utusan ketentaraan; (4) Khatib al-Syurthalik, untuk urusan kepolisian; (5) Khatib al-Qadhi, untuk urusan kehakiman.
            Umayaah membagi kerajaan ke dalam lima wilayah besar:  (1). Hejaz, Yaman dan Najd, yaitu wilayah pedalaman Jazirah Arab. (2) Iraq Arab, yaitu bekas wilayah kerajaan Babylonia, Assyria dan Iraq Persia, termasuk juga Oman, Bahrayn, Karman, Sajistan, Kabul dan Khurasan, serta sebagian wilayah Punjab di India. (3) Mesir dan Sudan. (4) Armenia, Azerbaijan dan Asia Kecil.. (5) Afrika Utara, Libya, Andalusia (Spanyol dan Portugal), Sisilia dan Sardinia.
            Tiap wilayah ini diperintah oleh seorang Amir al-`umara (gubernur jendral) dibantu oleh beberapaamir (gubernur). Jabatan amir al-`umara dan `amir diberikan kepada orang Arab.  Dalam perkembangannya kemudian pemerintahan Umayyah membentuk organisasi pos dan kepolisian Organisasi pos memainkan peranan penting sejak zaman Mu`awiyah disebabkan luasnya wilayah kerajaan yang harus dihubungkan melalui jaringan komunikasi atau surat menyurat yang baik. Organisasi Kepolisian (syurthah) pada mulanya berada di bawah lembaga kehakiman (al-qadhi), namun kemudian dipisahkan. Lembaga ini pada mulanya bertugas melaksanakan keputusan pengadilan, namun kemudian bertugas mengawasi masalah kejahatan dan keamanan. Sebuah lembaga kepolisian yang sangat penting di antaranya ialah yang disebut nizam al-ahdas, yang tugasnya mirip dengan brigade mobil.
            Organisasi Tata Usaha Negara. Lembaga-lembaga yang berlindung di bawah organisasi tata usaha negara )al-nizam al-idar) ialah :al-dawwiin, al-imarah alal buldan, barid dan syurthah.            Al-Dawawin adalah lembaga yang mengurus tata usaha pemerintahan. Terdiri dari empat:

(a) Dewan Tata usaha pajak dan keuangan (diwan al-kharraj); (b) DewamTata Usaha Surat Menyurat(diwan al-rasa’il); (c) Dewan Urusan Surat-surat Lamaran, penerangan, dan lain-lain disebut diwan al-khatim: (d) Sebuah lagi lembaga Diwan al-Mushtagaghilat al-mutanauwi’ah.
            Organisasi Keuangan atau al-Nizam  al- Mal. Organisasi keuangan terutama mengurus penyaluran uang dari kas kerajaan untuk gaji pegawai dan biaya negara.  Di dalamnya terdapat pula lembaga yang mengurus keluar masuknya keuangan serta sumber darimana uang itu diperoleh. Misalnya lembaga yang disebut  al-dharaib, yaitu kewajiban yang harus dibayar oleh seriap warga negara kepada negara. Bagi warga negara yang belum memeluk agama Islam dikenakan pajak khusus yang lebih tinggi. 
            Sedangkan lembaga yang mengurus keuangan negara dan biayaan pemerintahan disebut Masharif Bait al-Mal. Lembaga ini mengurus  penyaluran keuangan atau biaya negara untuk pos-pos seperti:( 1) Gaji pegawai, tentara dan biaya administrasi negara. (2) Biaya pembangunan tanah pertanian, termasuk irigasi dan penggalian beberapa terusan. (3) Biaya untuk penjara dan tawanan perang. (4) Biaya angkatan perang dan perlengakapan tentara. (5) Hadiah-hadiah negara untuk para sastrawan, cendekiawan, ilmuwan dan ulama. (6) Biaya dinas rahasia.
            Gaji tentara dan dinas rahasia termasuk tinggi. Tentara terdiri dari angkatan darat
dan angkatan laut. Kemahiran orang Arab dalam pelayaran dimanfaatkan utnuk membangun angkatan laut yang kuat. Pemerintahan Umayyah memiliki banyak kapal perang yang terhitung paling modern pada zaman itu. Karena kekuatan angkatan lautnya inilah mereka dapat menaklukkan Spanyol yang kemudian disebut Andalusia. istem ketentaraan Uamyyah meniru sistem Persia. Undang-undang wajib militer diterapkan untuk mendpatkan personil militer yang banyak.
             Organisasi Kehakiman Organisasi kehakiman dibagi ke dalam tiga badanPertama, al-Qadha,yaitu qadhi yang bertugas menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan agama. Kedua, al-Hisbah, kepalanya disebut al-muhtasib, bertugas menyelesaikan masalah-masalah perdata dan pidana yang memerlukan waktu cepat. Ketiga, al-nazar fi’l-mazalim. Mahkamah tinggi atau mahkamah banding. 
            Tugas seorang hakim ialah memutuskan perkara menurut ijtihadnya karena pada
waktu itu bekum ada madzab fiqih yang diakui. Sebab itu hakim memiliki kebebasan memutuskan perkara , khususnya dalam mengadili petugas pajak yang menyeleweng. Mahkamah banding dibantu oleh lima orang pejabat dan dua lembaga pengadilan banding. Biasanya keputusan banding dilakukan di masjid. Kelima pejabat mahkamah banding itu masing-masing dibantu oleh: Pengawal yang kuat, hakim atau qadhi yang ahli. Fuqaha (ahli fiqih) yang tugasnya memberi nasehat hukum agama kepada hakim, para sekretaris dan saksi ahli.

Syura dan Tragedi Kerbela                                                                                  
            Syura adalah sistem pemilihan seorang pemimpin melalui musyawarah yang diikuti oleh kelompok-kelompok yang ada dalam komunitas Muslim. Pada masa Ali dan Mu’awiyah berseteru, bentuk syura yang diadakan ialah tahkim, yaitu pemilihan yang dilakukan oleh sebuah dewan hakim yang ditunjuk oleh pihak-pihak yang bersaing. Tradisi syura ini dihapuskan oleh Mu’awiyah ketika menetapkan putranya Yazid menjadi penggantinya di tampuk pemerintahan. Tidak mengherankan apabila golongan Khawarij melancarkan penentangan dengan mencetuskan berbagai pembrontakan. Akibat lain ialah kekecewaan golongan Syiah, yang mengharapkan syura diadakan, sebab mereka yakin bahwa pemimpin mereka Husein ibn Ali merupakan calon kuat pengganti Mu’awiyah. Selain itu mereka menganggap Yazid tidak memiliki kemampuan menjadi pemimpin. Tragedi Kerbela yang menyebabkan gugurnya Husein dalam pertempuran yang tidak adil dan tidak seimbang, telah menyebabkan kian parahnya perpecahan di kalangan kaum Muslimin. Setelah wafatnya Husein, pengikut faham Syiah semakin bertambah dan gerakan mereka pun semakin  kuat.
            Tragedi Kerbela. Husein ibn Ali adalah imam golongan Syiah ketiga. Dia adalah adik kandung Hasan dan cucu Nabi Muhammad s.a.w. yang saleh dan cerdas. Ketika Mua’awiyah wafat dan Yazid ditunjuk sebagai penggantinya, Husein yang berada di Madinah. Yazid memerintahkan gubernur Madinah agar menyerukan seluruh penduduk Madinah memberi ba’at (menyampaikan sumpah setia) kepadanya. Husein dan para pengikutnya menolak memberikan bai’ah kepada Yazid, juga menolak undangan agar dia menghadap Yazid. Sebaliknya bersama karib kerabat dan keluarganya dia pergi ke Mekkah untuk menenangkan diri dan menemui para pendukungnya di Hejaz.
            Kedatangan Husein di Mekkah menggelisahkan Abdullah ibn Zubair, seorang tokoh politik yang licik dan berambisi menjadi penguasa Hejaz. Seperti Husein Abdullah bin Zubair menolak memberikan bai’ah kepada Yazid.  Kedatangan Husein jelas merupakan rintangan baginya untuk memenuhi ambisinya itu, sebab ketokohan Husein lebih menonjol dibandingkan dirinya. Dia mulai mengatur siasat untuk menyingkirkan Husein, yaitu dengan menyarankan agar dia pergi Kufa dan meninggalkan Mekkah. Tidak lama setelah Husein berada di Mekkah ratusan surat berdatangan kepadanya dan memintanya pergi ke Kufa untuk dibai’ah oleh para pendukungnya menjadi imam mereka. Abdullah ibn Zubair menganjurkan Husein pergi ke Kufa memenuhi permintaan para pendukungnya itu. Tetapi tokoh lain, Abdullah bin Abbas, menganjurkan Husein tidak meninggalkan Mekkah dan memberi isyarat bahwa semua itu adalah tipu muslihat belaka untuk menyingkirkan dirinya.
            Tetapi Husein tidak mengacuhkan saran Abdullah ibn Abbas. Dia mengutus dua orang pembantu dekatnya, Muslim ibn `Aqil dan Hani’, pergi ke Kufa. Tugasnya ialah melihat keadaan para pendukungnya di Kufa. Ketika penduduk Kufa mendengar utusan Husein tiba, mereka berkumpul di masjid dan menyatakan dukungan penuhnya kepada Husein. Tetapi tidak lama kemudian tiba-tiba mereka lenyap.
            Ketika itu gubernur Kufa ialah Nu’man ibn Basyir. Yazid ibn Muawiyah sudah lama tidak senang kepada Nu’man, karena menurut laporan bukan orang yang setia kepada Umayyah. Ketika utusan Husein tiba di Kufa, pada saat itulah Nu’man dipecat dari jabatannya sebagai gubernur. Sebagai penggantinya dia mengangkat gubernur Basra, Ubaidillah ibn Ziyad sebagai penggantinya. Sejak saat itu provinsi Kufa dan Basra digabung menjadi satu.
            Setelah pengangkatannya itu segera Ubaidillah pergi ke Kufa membawa pasukan besar untuk mengamankan keadaan. Dia sudah diberitahu bahwa Muslim ibn `Aqil berada di Kufa menghimpun para pendukung Husein. Rencana kedatangan Ubaidillah telah didengar oleh penduduk Kufa. Mereka segera pergi menghilang dan meninggalkan Muslim ibn `Aqil dan Hani’ di istana gubernur Nu’man. Melihat kenyataan ini Ubaidillah tidak membuang kesempatan. Kedua pembantu Husein itu dibunuh di istana Kufa.
            Di Mekkah Husein mulai berpikir untuk menggabungkan diri dengan Muslim ibn `Aqil.  Ketika itulah dia dinasehati oleh Ibn Abbas agar tidak pergi ke Kufa. Tetapi nyatanya dia lebih mendengar saran Abdullah ibn Zubair. Demikian pada akhirnya  Husein berangkat dengan diiringi anggota keluarga, karib kerabat dan para pendukungnya. Di tengah perjalanan dia berjumpa Farazdaq, seorang penyair terkenal, yang bersimpati kepadanya. Penyair ini datang dari Kufa. Husein bertanya tentang keadaan penduduk Kufa ketika dia meninggalkan kota itu. Farazdaq menjawab: ”Hati mereka bersama Anda, tetapi pedang mereka bersama Umayyah. Namun ketentuan ditetapkan dari langit dan Allah bertindak sesuai kehendak-Nya.”
            Malangnya Husein hanya ingat kata-kata terakhir, Maka bersama rombongannya dia meneruskan perjalanan menuju Kufa. Kemudian berjumpa seorang pemimpin suku Arab, Muthi’ al-Adawi, yang mengingatkan bahwa orang-orang Bani Umayyah berencana membunuhnya. Husein disarankan agar tidak meneruskan rencananya ke Kufa. Tetapi Husein tidak mengindahkan saran itu dan meneruskan perjalanan bersama rombongannya. Dalam perjalanan berikutnya dia berjumpa Baqir al-Tsa’labah yang baru kembali dari Kufa. Baqir bercerita bahwa dua pembantu Husein yang diutus menyelidiki keadaan di Kufa, yaitu Muslim ibn `Aqil dan Hani ibn `Urwah, telah dibunuh secara keji oleh pasukan Ubaidillah, gubernur Kufa yang baru. Kedua kaki masing-masing diseret ke tengah pasar.   Al-Tsa’labah meminta Husein mengurungkan niatnya untuk pergi ke Kufa dan memohon agar pulang kembali ke Madinah.
            Namun sayang, orang-orang Bani `Aqil yang menyertai rombongan itu, mendesak Husein melanjutkan perjalanan dengan tujuan membalas kematian pemimpin mereka. Husein lantas berkata, ”Yang ingin kembali ke Madinah, silakan kembali! Yang ingin melanjutkan perjalanan, mari lanjutkan perjalanan! Kami tidak mau memaksa kalian!” Mendengar perkataan itu, sebagian besar anggota rombongan itu membubabarkan diri, terutama mereka yang baru bergabung dengan Husein di tempat yang  dilalui Husein dalam perjalanannya. Yang tetap setia mengikuti Husein hanya sebagian kecil, lebih kurang 100 orang.
            Di  Zu Huzum, sebuah desa kecil tidak jauh dari Kerbela, rombongan Husein ditemui oleh Al-Hurr ibn Yazid beserta pasukannya. Karena saat itu waktu salat tiba. Huur meminta Husein memimpin salat dan menyampaikan pidato seusai salat. Tanpa mempedulikan bahwa yang dihadapi adalah musuh-musuhnya, Husein menyampaikan pidato singkat. Dia menyerukan agar mereka memberontak terhadap Umayyah karena pemerinntahannya zalim dan diskriminatif.
            Setelah turun dari mimbar, pasukan al-Hurr mengepung Husein. Al-Hurr sendiri berdiri dengan pedang terhunus di depan Husein.  Dia meminta Husein tidak pergi ke Kufa menemui para pengikutnya. Husein setuju dan memutuskan untuk pergi ke Kerbela. Ketika Husein sedang dalam  perjalanan ke Kerbela, al-Hurr mengirim surat kepada Ubaidillah. Di Kerbela, Husein dan pengikutnya diserang oleh ribuan tentara Ubaidillah. Pertempuran segera meletus. Tetapi karena pasukan musuh juah lebih besar dan kuat, akhirnya pengikut Husein kalah. Tidak ada seorang pun yang selamat, semuanya tewas. Husein sendiri tewas secara mengenaskan. Usianya ketika itu 55 tahun. Dia ditikam dengan tombak, kepalanya dipotong dan tubuhnya diinjak-injak atas perintah panglima Ibn Ziyad, orang kepercayaan Ubaidillah. Seperti dalam keadaan mabok dia menyanyikan sebuah syair ketika tubuh Husein telak remuk dan terpisah dari kepalanya. Syair yang dinyanyikan ialah sebagai berikut:


                                    Untamu sarat dengan emas dan perak
                                    Raja yang dijaga ketat telah kubunuh
                                    Telah kubunuh orang terbaik di kalangannya
                                    Orang yang ibu dan ayahnya tergolong bangsawan

            Kepala Husein kemudian dibawa kepada Yazid di Damaskus. Ikut dalam rombongan itu tujuh sanak saudara Husein yang selamat. Isak tangis, ratapan dan raungan bergema di istana Damaskus ketika mereka menyaksikan potongan kepala Husein yang dibawa oleh pasukan tentara Ubaidillah dari Kufa. Yazid dan keluarga Bani Umayyah sangat menyesalkan peristiwa itu. Sejak itu gerakan orang-orang Syiah semakin keras, semakin gigih dan tersebar luas. Hari kematian Husein diperingati setiap tahun dengan upacara besar-besaran dan ini menumbuhkan semangat teersendiri di kalangan pengikut Syiah.
            Kematian Husein di Kerbela mengguncangkan Bani Hasyim. Karena trauma dengan kejadian itu, mereka untuk sementara waktu berusaha menenangkan diri dengan tidak melakukan berbagai gerakan.
Tetapi Abdullah ibn Zubair berbeda. Dia menyambut gembira kematian Husein itu. Kini kesempatan untuk menjadi khalifah telah terbuka baginya, sebab saingan utamanya telah tiada. Dengan memanfaatkan kematian Husein oleh pasukan Umayyah, dia bisa menghasut penduduk Hejaz bersatu menentang Umayyah. Demikianlah kemudian dia memproklamirkan diri sebagai Khalifah dan memaklumkan pembrontakan terhadap Umayhah. Dia mendapat banyak pengikut dalam waktu cepat dan gerakannya segera tersebar luas ke penjuru jazirah Arab. Ahli sejarah al-Thabari meriwayatkan bahwa dalam sebuah kesempatan Abdullah ibn Zubair menyampaikan pidato. Dalam pidatonya dia memuji-muji Husein dan mengecam kezaliman Umayyah. Dengan cara demikianlah Abdullah ibn Zubair menghimpun dukungan. Pembrontakan dan gerakan ibn Zubair baru dapat dihentikan pada masa pemerintahan Abdul Malik. Ibn Zubair sendiri terbunuh pada tahun 73 H atau 692 M.
            Dua tahun setelah Husein wafat, Yazid pun meninggal dunia. Keadaan di negeri Syams menjadi goncang. Pemerintahan Umayyah bukan saja menghadapi pemberontakan Bani Zubair, tetapi juga dari kaum Khawarij dan Syiah. Yang paling genting ialah pergolakan yang terjadi di Kufa. Pergolakan berkelanjutan sehingga akhirnya pemerintahan Daulah Umayyah runtuh dan tunduk kepada Abbasiyah pada tahun 749, dengan meninggalkan negeri yang tercabik-cabik dan umat yang terpecah belah. (BERSAMBUNG)

LINTASAN SEJARAH ISLAM


LINTASAN SEJARAH ISLAM

PEMERINTAHAN DAULAH UMAYYAH
(41—132 H/ 661-749 M)

            Nama Umayyah atau Umawiyah untuk dinasti ini diambil dari Umaiyah ibn `Abdi Syams ibn `Abdi Manaf. Dia adalah salah seorang pemimpin suku Quraisy terkemuka. Umaiyah bersaing ketat dengan pamannya Hasyim ibn Abdi Manaf dalam merebut kepemimpinan masyarakat Quraisy. Setelah agama Islam muncul di tanah Arab hubungan antara Bani Umawiyah dan Bani Hasyim semakin retak dan berubah menjadi permusuhan.
             Keluarga Umawiyah baru masuk Islam setelah Nabi Muhammad s.a.w. dan ribuan kaum Muslimin berhasil merebut kembali Mekkah dan berhasil pula mengislamkan seluruh penduduk kota Mekkah, termasuk keluarga Umaiyah serta para pengikutnya. Sebelum masuk Islam keluarga Umaiwiyah merupakan musuh Islam paling gigih dan sengit, terutama di bawah pimpinan Abu Sufyan. Pendiri Dinasti Umawiyah sendiri adalah Muawiyah, putra Abu Sufyan.
             Silsilah berikut ini dapat menjelaskan hubungan keluarga Bani Umawiyah dan Bani Hasyim:


                                                          Abu Manaf
                                           _________________1___________
                                           !                                                         !     
                                  Abdu Syam                                          Hasyim
                        ________!_________                                           !    
                        !                                 !                                           !
                    Umaiyah                  Rabi`ah                          Abdul Muthalib
            ______!_____               ____!_____                      ______!_______________
            !                      !             !                   !                   !                     !                     !
       Abu Ash           Harb        Syaibah    `Utbah          Abdullah    Abu Thalib     al-Abbas
     ___!_____              !            !                    !                   !                    !                     !
    !                 !             !            !                    !                   !                    !                     !
Al-Hakam   `Affan      !      Abu Sufyan +  Hindun   MUHAMMAD    `ALI               !
    !                  !                                        ¡                                                /                      !
Marwan        Usman                                !         ‘                         ______/                       !
                                                                 !                                 /                                   !
                                                      MUAWIYAH                     /                     ABBASIYAH
                                                                                        SYIAH ALI



            Dalam sejarah memang sering terjadi hal yang sebaliknya. Dulunya orang-orang Umawiyah merupakan para penentang Islam yang paling keras, namun setelah masuk Islam mereka menjadi salah satu pembela Islam yang paling keras pula. Tambahan pula pengalaman mereka dalam bidang ketentaraan sangat mendukung. Dalam berbagai medan pertempuran Umawiyah selalu tampil ke depan sebagai pasukan yang dapat meraih kemenangan dengan mudah. Hasrat Umawiyah untuk menjadi penguasa kekhalifatan Islam telah muncul pada masa khalifah Abu Bakar Sidiq dan Umar bin Khatab, dan semakin kuat dengan terpilihnya Usman bin Affan menjadi khalifah Rasyidin yang ketiga. Bahkan dapat dikatakan bahwa terpilihnya Usman adalah berkat dukungan kuat Bani Umawiyah dari mana Usman berasal. Berkat dukungan itulah Usman dapat menyingkirkan saingan utamanya, yaitu Ali bin Abi Thalib. 
            Tidaklah mengherankan apabila Umawiyah segera meletakkan dasar-dasar kekhalifatan Umawiyah manakala Usman telah terpilih menjadi khalifah. Mereka mempersiapkan diri menyusun tentara yang kuat dan menjadikan Syam atau Syria sebagai pusat gerakan mereka.
             Muawiyah berusia 23 tahun ketika masuk Islam. Kariernya dalam politik dimulai ketika Rasulullah menghendaki agar orang-orang Mekkah yang baru masuk Islam, khususnya para pemimpinnya, mempunyai tali hubungan yangdekat satu sama lain. Terlebih lagi dengan mereka yang telah lebih dahulu memeluk agama Islam. Dengan demikian perhatian mereka terhadap Islam tetap besar dan dapat mengembangkan ukhuwah untuk bersama-sama memperjuangkan tegaknya syiar Islam. Pemuda Muawiyah bin Abu Sufyan dianggat oleh Nabi menjadi salah seorang anggota penulis wahyu. Sementara itu dia terus berlatih dalam bidang kemiliteran.  Peluang menjadi panglima tentara terbuka baginya pada masa khalifah Abu Bakar Sidiq. Ketika itu saudaranya Yazid terpilih menjadi panglima salah satu dari empat divisi yang diperintahkan merebut Syams dan Yordania. Manakala Yazid memerlukan bala bantuan tentara dari Mekkah, Muawiyah dipilih menjadi panglima pasukan tentara Muslimin yang dikirim untuk membantu pasukan Yazid.
            Ternyata kepiawaian Muawiyah terbukti di medan perang. Tentaranya berhasil menaklukkan kota-kota pantai Syams yang strategis seperti Sidon, Beirut dan lain-lain.  Karier Muawiyah naik pada masa khalifah Umar bin Khatab.  Sementara Yazid diangkat jadi gubernur Damaskus, Muawiyah diangkat menjadi gubernur Yordania. Tak lama kemudian Yazid meninggal dunia diserang penyakit ta`un. Lantas Usman terpilih menjadi khalifah ketiga. Pada masa Usman inilah wilayah damaskus dan Yordania disatukan menjadi provinsi dan Muawiyah diangkat menjadi gubernur.
            Ketika Usman terbunuh dan Ali bin Abi Thalib terpilih menjadi khalifah, Muawiyah menentang pemilihan itu karena berbagai sebab. Mu`awiyah mencurigai terbunuhnya Usman disebabkan kelalaian Ali. Melalui tahkim, setelah serentetan pepeperangan yang sengit antara pengikutnya dengan pengikut Ali, pada akhirnya dia terpilih menjadi khalifah. Sejak tahun 661 M, resmilah Bani Umaiyah di bawah kepemimpinan Mu’awiyah sebagai khalifah pertama.
            Bani Umawiyah menetapkan Damaskus sebagai ibukota kekhalifatan dan memegang tampuk pemerintahan selama 89 tahun. Agak banyak kemajuan dicapai di bidang agama, ilmu pengetahuan dan kebudayaan selama Umawiyah sepanjang masa pemerintahan. Umawiyah juga berhasil memperluas wilayah kekhalifatan Islam dengan dukungan kekuatan militer yang tangguh. Walaupun demikian sepanjang pemerintahannya pemberontakan demi pemberontakan terjadi secara beruntun dan menguras tenaga. Selama 89 memegang tampuk pemerintahan itu keluarga Umawiyah bergelimang kemewahan.

                                                  Silsilah Daulah Umayyah


                                                            UMAYYAH
                                                                      !
                                        _______________!___________
                                        !                                                    !
                                    Harb                                             Abul Ash
                                        !                                                    !
                                        !                                         _____ !_________          
                                        !                                         !                             !
                                Abu Sufyan                           `Affan               al-Hakam
                                        !                                         !                             !
                                        !                                         !                             !
                             1.   Muawiyah                           Usman             4. Marwan
                                   (41-60 H)                                !                      (64-65 H)
                                        !                                                                       !
                                        !                                                                       !
                 2.  Yazid  (660-64 H)                                                 !
                                        !                         _______________________!__________
                                        !                         !                            !                                    !
                      3.   Muawiyah II          Abdul Aziz      5. Abdul Malik                Muhammad
                                  (64 H)                     /                         (65-86 H)                          !
                                                                 /                              !                                    !
                                                                /                               !                                    !
                                                       8.  Umar                           !                                    !                                   
                                                          (99-101 H)                    !                                    !              
                                                                                                !                                    !
                                                                                                !                                    !
                                 _______________________________ !_____                          !
                                !                      !                         !                        !                         !
                     6. Al-Walid       7. Sulaiman       9. Yazid II        10. Hisyam                !
                         (86-96 H)          (96-99 H)         (101-105 H)        (105-125 H)         !
                            __!___________                          !                                                   !                                                 
                            !                          !                         !                                                   !
                     12. Yazid III       13.  Ibrahim      11.   Al-Walid II                      14. Marwan
                            (126 H)                (126 H)                      (125-126 H)             (127-132 H)


            Catatan: Yang dinilai paling baik dalam menjalankan pemerintahan ialah khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Dia lebih mengutamakan pembangunan ekonomi dan kesejhateraan sosial di atas kegiatan militer. Dia juga sempat memajukan perkembangan ilmu dan agama. Sayang, hanya tiga tahun dia memegang tampuk pemerintahan.

Beberapa Peristiwa Penting
              Penguasa-penguasa Bani Umayyah pada umumnya tidak memerintah dalam waktu yang lama, kecuali Muawiyah sang pendiri dinasti ini yang memerintah selama 19 tahun dan khalifah Abdul Malik yang memerintah pada tahun 65-85 H. Banyaknya pemberontakan dan perang penaklukan wilayah mendorong pemerintahan Umaiyah mengutamakan kekuatan militer. Di sini dapat disebut beberapa peristiwa penting:
             Pertama. Sejak awal aliran-aliran politik dan keagamaan bertambah subur. Aliran-aliran ini tidak henti-hentinya mencetuskan pemberontakan sebagai tanda penentangan terhadap Umayyah. Aliran-aliran politik yang kuat ialah: Golongan Syiah (Aliyun), Khawarij dan Murjiah. Pada masa akhir pemerintahan Bani Umayy kekuatan baru muncul yaitu Abbasiyah. Kelak golongan Abbasiyah ini yan berhasil merebut kekuasaan dari tangan Bani Umayyah.
             Kedua. Muawiyah menghapuskan dasar-dasar syura, pemilihan khalifah secara demokratis, pada saat menunjuk putranya Yazid sebagai penggantinya.
             Ketiga. Pada masa pemerintahan Yazid (660-664 H) terjadi peristiwa yang membawa peerpecahan besar dalam tubuh umat Islam, yaitu terbunuhnya Husein ibn Ali di padang Kerbela dalam pertempuran tidak seimbang melawan pasukan Umayyah di propinsi Kufa-Basra pada tahun 660 H. Sejak peristiwa ini golongan Syiah kian membedakan diri dari komunitas Islam selebihnya dengan memberi dimensi keagamaan bagi gerakannya.
             Keempat. Dalam menata pemerintahannya Umaiyah meniru sistem Byzantium, yaitu memisahkan kekuasaan agama dan kekuasaan politik. Seperti pemerintahan Byzantium, pemerintahan juga dijalankan secara sentralistik dengan mengandalkan pada kekuatan militer dan diplomasi.
             Kelima. Semenjak Mu’awiyah memegang tampuk pemerintahan terjadi diskriminasi dan peminggiran terhadap orang-orang Islam non-Arab, khususnya Persia. Ini menimbulkan kebencian mendalam terhadap Umayyah dan semakin memancing munculnya banyak gerakan oposisi.
             Keenam. Bani Umayyah memiliki semangat kesukuan yang tinggi dan mengunggulkan superiotas Arab di lapangan politik, keagamaan dan budaya. Sebagai tandingannya muncul gerakaan Syu’ubiyah, gerakan kebangkitan Persia yang menganggap bahwa kebudayaan Persia lebih unggul dari kebudayaan Arab. Gerakan Syu’ubiyah menjadi dominan ketika pemerintahan berpindah dari Banmi Umayyah ke tangan Bani Abbasiyah.
             Ketujuh Falsafah dan ilmu pengetahuan mulai berkembang dengan diperkenalkannya falsafah Yunani oleh sarjana-sarjana Kristen Nestoria dan Monofisit yang dilindungi oleh Umayyah. Kesusastraan juga mulai berkembang pesat dan muncul penyair-penyair terkenal seperti Farazdaq dan lain-lain.
             Kedelapan. Penguasa Bani Umayyah mendirikan banyak bangunan seperti masjid dan istana megah. Bangunan-bangunan tersebut dipengaruhi oleh arsitektur Byzantium.
             Kesembilan. Kitab suci al-Qur’an mushaf Usman diterbitkan sebanyak-banyaknya dan disebar ke seluruh negeri Islam. Bahasa Arab dijadikan bahasa resmi dan melalui bahasa Arab proses Islamisasi dan Arabisasi dijalankan ke seluruh bagian dunia Islam yang wilayahnya begitu luas.

Usman dan Aristokrasi Arab
            Timbulnya banyak pemberontakan dan pembangkangan pada zaman Umayyah memiliki latar belakang panjang. Ahli sejarah banyak mengaitkannya dengan kejadian-kejadian sebelum dan sesudah Usman bin Affan dipilih menjadi khalifah al-rasyidin ketiga menggantikn Umar bin Khattab. Menurut para sejarawan, erpilihnya Usman bin Affan sebagai khalifah pada tahun 644 M ternyata menimbulkan masalah dan menabur benih perpecahan di kalangan umat Islam. Terutama sekali oleh karena Usman  mengalahkan saingan ketatnya Ali bin Abi Thalib yang dipandang oleh para pendukungnya dianggap lebih layak memegang jabatan khalifah, dan mampu melanjutkan kebijakan khalifah sebelumnya Umar bin Khatab.
           Pertama. Sebagaimana diketahui Usman bin Affan berasal dari garis keturunan keluarga Umayyah. Walaupun Usman telah masuk Islam sejak awal penyiaran agama Islam dan sahabat Nabi yang saleh, namun keluarga Umayyah merupakan penentang Islam yang gigih dan sebagian dari mereka baru masuk Islam setelah penaklukan Mekkah oleh kaum Muslimin pada tahun 630 M,  Dalam Perang Badar (624) dan Perang Uhud (625) keluarga Umayyah berperang di pihak musuh. Setelah Usman terpilih sebagai khalifah, maka dia mengangkat pejabat-pejabat penting dari kalangan keluarganya sendiri. Ini membuka peluang KKN.
          Kedua. Berbeda dengan dengan Umar bin Khattab yang menjalankan pemerintahan dengan penuh disiplin, Usman sangat fleksibel dan lunak. Ia tidak pernah mengambil tindakan tegas terhadap penyelewengan yang dilakukan para pejabat yang berasal dari keluarga Umayyah. Sebagai salah satu akibatnya ialah berubahnya negeri Hejaz yang semula merupakan pusat keagamaan, menjadi pusat kegiatan hiburan dan bersenang-senang. Para pejabat mulai terbiasa melanggar aturan agama dan tenggelam dalam kemewahan dan kesenangan.
             Ketiga Usman memerintah cukup lama. Ini memberi kesempatan luas bagi keluarga  Umayyah untuk memupuk kekuatan dan membangun aristokrasi keluarga yang kuat.Keadaan yang demikian menimbulkan kekecewaan dan rasa tak puas kalangan luas. Beberapa kelompok dan tokoh Islam melakukan penentangan terhadap kebijakan Usman. Mula-mula secara tersembunyi, kemudian berangsur-angsur secara terang-terangan. Di antara pemimpin Islam yang gigih menentang kebijakan Usman ialah Ali bin Abi Thalib, Zubayr dan Talhah. Kebencian terhadap Umayyah kian bertambah setelah orang-orang Umayyah memperlihatkan superioritas berlebihan dan sombong.
            Pasa tahun 656 M Usman bin Affan terbunuh. Ketika peristiwa itu terjadi Zubayr dan Talhah, atas jaminan Ali bin Abi Thalib, meninggalkan Madinah dan berada di Mekkah. Oleh karena hanya Ali bin Abi Thalib yang ada di Madinah, peristiwa itu melahirkan berbagai spekulasi dan fitnah di kalangan orang Islam, dilanjutkan dengan timbulnya suasana permusuhan. Ali dan pengikutnya dianggap bertanggung jawab atas terbunuhnya Usman yang terjadi secara misterius.
            Karena tidak ada calon lain yang dianggap pantas maka Ali bin Thalib dipilih sebagai khalifah ke-4. Pengangkatan itu dilakukan melalui dewan syura sebagai tradisi yang berlaku sebelumnya. Permasalahan segera muncul setelah Ali bin Thalib melaksanakan kebijakan yang bertentangan dari kebijakan yang ditempuh Usman bin Affan. Ali mengulang cara-cara yang keras dan berdisiplin yang ditempuh Umar bin Khattab dalam menjalankan berbagai kebijakan. Kelompok yang paling terpukul ialah keturunan Bani Hasyim dari garis keluarga Umayyah yang mempunyai pertalian darah langsung dengan Usman bin Affan. Kelompok ini dipimpin oleh Mu`awiyah, gubernur Damaskus yang telah lama menduduki jabatan tinggi. Orang-orang Muawi`yah telah lama merasakan kesenangan dan menikmati kemewahan semasa pemerintahan Usman. Kecurigaan bahwa yang membunuh Usman ialah pengikut Ali semakin mengobarkan semangat penentangan terhadap Ali. Kecurigaan semakin bertambah setelah Ali memindahkan ibukota kekhalifatan Islam dari Madinah ke Kufa, sebuah kota di Iraq di mana jumlah pengikut Ali sangat besar dibandingkan Madinah.
            Kebijakan yang dilakukan Ali bin Abi Thalib pada masa awal pemerintahannnya antara lain ialah: (1) Pemecatan kepala aerah yang diangkat Usman dan terlibat KKN serta banyak penyewengan lain. (2) Mengambil kembali tanah-tanah yang dibagi-bagikan oleh Usman kepada sanak keluarganya dengan cara tidak sah. Begitu pula hibah harta yang pernah diterima oleh para pejabat yang kebanyakan berasal dari keluarga Umayyah, diambil kembali oleh Ali.
           Tuntutan membalas kematian Usman semakin keras diserukan oleh para pengikut      Mua’wiyah. Tak lama setelah Ali memegang tampuk pemerintahan, pecahlah Perang Jamal (Perang Onta) dipimpin oleh Zubayr, Talha dan Aisya. Perang ini menimbulkan korban besar dan berlangsung lama. Tidak ada yang kalah dan menang dalam perang ini. Setatahun kemudian pada tahun 657 pecahlah Perang Shiffin. Dalam perang ini berhadap-hadapan tentara Ali dan Mu`awiyah. Secara militer kekuatan Ali dan pasukannya mengungguli kekuatan tentara Mu`awiyah. Setelah beberapa peperangan berlangsung Mu`awiyah sadar bahwa kemenangan mulai berpihak kepada Ali dan pasukannya. Untuk menghindari kekalahan itu Mu`awiyah menawarkan perdamaian dengan mengangkat kitab suci al-Qur`an. Tetapi Ali tetap ingin meneruskan perjuangan, hanya saja para pengikutnya tidak sanggup lagi melanjutkan perjuangan.
            Demikianlah genjatan senjata diberlakukan dan kedua golongan yang bertikai itu sepakat untuk mengadakan tahkim, semacam perundingan damai. Masing-masing memilih seorang hakim lantas berkumpul dan berunding, membahas sebab-sebab perselisihan sehingga diperoleh jalan mencapai penyelesaian. Perundingan akhirnya mencapai kesepakatan untuk memberhentikan Ali bin Abi Thalib dan Mu`awiyah sebagai khalifah. Setelah itu musyawarah diadakan untuk memilih khalifah baru. Mu`awiyah ternyata memperoleh suara lebih besar dan terpilih menjadi khalifah.
            Peristiwa menimbulkan kekecewaan di antara pendukung Ali, khususnya golongan yang kelak menyebut dirinya Khawarij. Sebagai ungkapan kekecewaannya  kemudian Khawarij menentang kepemimpinan Ali, di samping tetap menentang kepemimpinan Mu`awiyah.  Mulailah mereka memberontak dan meninggalkan Ali. Alasannya Ali menerima tahkim, sedangkan Mu`awiyah dianggap telah melakukan muslihat yang berbahaya. Demikianlah sejak saat itu pendukung Ali terpecah belah dan kekuatannya semakin lemah.
            Namun Ali masih tetap ingin merebut jabatan khalifah yang lepas dari tangannya. Pada tahun 660 M ketika dia sedang bersiap mengirim pasukan untuk menyerang Mu`awiyah, muncullah komplotan Khawarij yang berniat menghabisi nyawa Ali, Mu`awiyah dan `Amr ibn `Ash (hakim yang berhasil menghasut kaum Muslimin agar mengangkat Mu`awiyah pada tahkim tahun 657 M).  Komplotan ini terdiri dari tiga orang: Abdul Rahman ibnu Muljam, bertugas membunuh Ali; berikutnya ialah Barak ibn Abdillah al-Tamimi, ditugaskan pergi ke Damaskus membunuh Mu`awiyah; dan terakhir `Amr ibn Bakr al-Tamimi ditugaskan ke Mesir membunuh `Amr ibn `Ash. Dari ketiga orang Khawarij ini hanya Abdul Rahman ibn Muldam yang berhasil membunuh lawan politiknya, yaitu Ali bin Abi Thalib.
            Dengan wafatnya Ali, yang terbunuh di masjid Kufa pada tahun 660, Mu`awiyah muncul sebagai khalifah. Dia dibaiat dan mendapat dukungan luas. Maka pada tahun 661 M Mu`awiyah dinobatkan menjadi khalifah. Damaskus dipilih menjadi ibukota kekhalifatan Islam yang baru. Sejak awal hingga akhir pemerintahannya, pemberontakan demi pemberontakan meletus susul menyusul. Pembrontakan itu silih berganti datang dari pengikut Ali, Khawarij dan aliran-aliran politik serta keagamaan yang lain.

(BERSAMBUNG)

LIMA RUMUSAN PANCSILA DAN MASYARAKAT MADANI



 
LIMA RUMUSAN RESMI PANCASILA
DAN CITA-CITA MASYARAKAT MADANI

Muamar Anis 
            Dalam sejarah RI rumusan Pancasila mengalami perubahan susunan  dan penafsiran. Perubahan-perubahan tersebut sejalan dengan perkembangan politik dan gagasan dalam masyarakat. Penafsiran yang tak kunjung usai diperdebatkan khususnya berkenaan dengan asas Ketuhanan, Kebangsaan dan Kerakyatan (Kedaulatan Rakyat). Sejak Pancasila disepakati sebagai ideologi negara RI sampai sekarang tercatat ada lima rumusan resmi:
            Rumusan Pertama terkandung dalam Piagam Jakarta yang ditetapkan pada 22 Juni 1945. Rumusan Kedua  dalam Pembukaan UUD 45 yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945. Rumusan Ketiga dalam Mukadimah Konstitusi  R. I. S. (Republik Indonesia Serikat) yang ditetapkan pada 27 Desember 1949. Rumusan Keempat dalam Mukadimah UUD Sementara, ditetapkan pada 15 Agustus 1950.  Rumusan Kelima  yang berlaku hingga sekarang ditetapkan melalui Dektrit Presiden  5 Juli 1959. Rumusan kelima ini sama dengan rumusan kedua, namun dengan tambahan keterangan ”dijiwai oleh semangat Piagam Jakarta”  sebagaimana  dikemukakan Bung Karno yang kala itu adalah Presiden RI.

Rumusan Pertama 
(1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
(3) Persatuan Indonesia
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
           perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan Kedua
 (1) Ketuhanan Yang Maha Esa
 (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
 (3) Persatuan Indonesia;
 (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan (catatan: untuk itulah 
          dibentuk MPR yg bertugas memilih  presiden dan wakil presiden, tak perlu pemilihan langsung} ;
 (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan Ketiga
  (1) Ketuhanan Yang Maha Esa;
  (2) Peri-Kemanusiaan;
  (3) Kebangsaan;
  (4) Kerakyatan;
  (5) Keadilan sosial.

Rumusan Keempat
 (1) Ketuhanan Yang Maha Esa;
 (2) Perikemanusiaan
 (3) Kebangsaan
 (4) Kerakyatan;
 (5) Keadilan sosial.

Rumusan Kelima
            Sama dengan Rumusan II, dengan catatan bahwa sila-sila yang dikandung di dalamnya dijiwai oleh semangat Piagam Jakarta seperti ditegaskan Presiden Sukarno. Khususnya berkenaan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

Perubahan Sila Pertama
            Sebagaimana kita ketahui usul para wakil golongan nasionalis Islam dalam sidang terakhir BPUPK sangat berpengaruh dalam menyusun Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Dalam sidang terakhir yang beranggotakan 9 orang itu, terdapat 4 orang wakil golongan nasionalis Islam. Golongan nasionalis sekuler: Sukarno, Mohamad Hatta, A. A. Maramis, Ahmad Subardjo dan Mohamad Yamin. Golongan nasionalis Islam: Abikusno Tjokrosujoso, Abdul Kahar Muzakkir, Hají Agus Salim dan A. Wahid Hasjim.
            Meskipun sila pertama kemudian dirubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut  Nijwenhuijze, seorang sarjana Belanda, sila tersebut berasal dari golongan nasionalis Islam. Begitu pula Hazairin dalam bukunya Demokrasi Pancasila (Jakarta 1970:58) menyatakan bahwa istilah tersebut hanya mungkin berasal dari kebijaksanaan dan iman orang Indonesia yang beragama Islam. Khususnya sebutan Yang Maha Esa, yang dapat dikaitkan dengan seburtan Allahu al-wahidu al-Ahad (Allah Yang Satu dan Esa).
            Pernyataan kedua sarjana tersebut dapat dihubungkan dengan pernyataan Profesor Supomo S. H. Dalam pidatonya 31 Mei 1945 dalam sidang BPUPK Prof. Supomo membedakan bahwa ada dua gagasan tentang negara yang dikemukakan dalam BPUPK, yaitu gagasan “Negara Islam” dan gagasan “Negara berdasarkan cita-cita luhur dari agama Islam”. Menurut Supomo:

            Dalam negara yang tersusun sebagai “Negara Islam”, negara tidak bisa dipisahkan dari agama.Negara dan agama ialah satu., bersatu padu... dan hukum syariat itu dianggap sebagai perintah Tuhan untuk menjadi dasar untuk dipakai oleh negara.”

            Supomo menganjurkan agar negara Indonesia tidak menjadi negara Islam, tetapi menjadi “negara yang memakai dasar  moral yang luhur yang dianjurkan juga oleh agama Islam”.  Alasan Supomo diterima oleh banyak nasionalis Islam, karena itu untuk sementara waktu perubahan rumusan sila pertama Pancasila dalam Piagam Jakarta tidak lagi mencantumkan kata-kata “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” dan diganti dengan kata-kata “Yang Maha Esa”.
            Tetapi perdebatan tentang hal tersebut muncul kembali pada tahun 1950-1959, dan pada  setelah lengsernya Presiden Suharto dan munculnya Reformasi pada tahun 1998 sampai sekarang.

Mukadimah  UUD 45 dan Masyarakat Madani
            Dalam sejarah Indonesia pemikiran tentang Masyarakat Madani (MM) atau Civil Society dapat dilihat dalam tulisan Muhamad Hatta tentang “Collectivisme” (1930) Dalam tulisan tersebut Hatta menggagaskan bahwa suatu bangsa tidak mungkin dibangun tanpa prinsip-prinsip solidaritas dan subsidiaritas. Prinsip solidaritas mengisyaratkan perlunya kerja sama (koperasi) yang aktif secara kolektif dari komponen-komponen yang ada dalam masyarakat. Prinsip subsidiaritas ialah yang mampu membantu yang tidak mampu, yang kuat membantu yang lemah, khususnya dibidang ekonomi, pendidikan dan kebudayaan. 
           Tetapi rujukan konstitusional MM secara resmi terdapat dalam Mukadimah/Pembukaan UUD 45 dan batang tubuhnya, yaitu pasal-pasal dan ayat-ayat dalam UUD 45. Secara keseluruhan Mukadimah UUD 45 memberikan jaminan hukum tertulis bagi terbentuknya sebuah masyarakat berperadaban yang tunduk pada undang-undang dan hukum yang berlaku, yang kita sebut MM. Dalam konteks Indonesia, MM yang dibentuk mestilah berakar dalam sejarah perjuangan dan cita-cita luhur bangsa Indonesia. Cita-cita luhur tersebut tercermin dalam sistem kepercayaan dan agama yang dianut bangsa Indonesia, serta kebudayaannya.
Mukadimah UUD 45 secara historis dapat disebut sebagai Deklarasi Kemerdekaan Indonesia. Ada 4 (empat) hal pokok di dalamnya:

           (1) Statement of belief (pernyataan keyakinan):
                -         Bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa;
                -         Keberhasilan perjuangan mencapai kemerdekaan adalah berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa.

Itulah sebabnya Ketuhanan YME dijadikan sila pertama, karena bangsa Indonesia yakin bahwa tanpa rahmat Tuhan YME tak mungkin bangsa Indonesia berhasil dalam perjuangannya itu. Sedangkan sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab berhubungan dengan hasrat menegakkan martabat manusia, yang di dalamnya tercakup hak suatu bangsa untuk menegakkan kemerdekaan.

             (2)       A vision of history (keinsyafan sejarah):
                   -         Terbentuknya negara  Indonesia hasil perjuangan seluruh bangsa Indonesia, yaitu merebut kemerdekaan dari penjajahan kolonial Belanda dan Jepang baik melalui perjuangan bersenjata maupun melalui perjuangan  politik dan kebudayaan.
                 Ini bermakna bahwa negara RI yang diproklamasikan pada tahun 1945 bukan warisan dari nenek moyang, tetapi lebih merupakan hasil perjuangan panjang bangsa Indonesia dalam perjalanan sejarahnya, khususnya setelah dijajah Belanda dan Jepang. Perjuangan itu terus berlanjut karena cita-cita kemerdekaan tidak dapat dicapai dengan seketika, dan masih terus mendapat gangguan hingga sekarang ini.

            (3) Landasan falsafah atau fundamental kenegaraan.
                  -     Ketuhanan Yang Maha Esa
                  -     Kemanusiaan yang adil dan beradab
                  -     Persatuan Indonesia
                  -     Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan   permusyawaratan perwakilan.
                  -     Keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia

(4) Alasan ideologis berdirinya negara Indonesia:
                  -      Mempertahankan bangsa dan tanah air
                 -      Meningkatkan kesejahteraan rakyat
                 -      Mencerdaskan kehidupan bangsa
                 -      Ikut serta dalam  mempertahankan perdamaian dunia yang abadi dan berkeadilan.

                Dari keempat alasan ideologis berdirinya negara tersebut, yang paling langsung berkaitan dengan pembinaan MM ialah ”mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sebab hanya dengan kecerdasan itulah bangsa Indonesia dapat dibangun. Jika dirujuk pada Pancasila yang merupakan dasar negara, yang ingin dikembangkan ialah sebuah negara bangsa yang ”religius, humanis (manusiawi), bersatu (walaupun aneka ragam), demokratis dan berkeadilan sosial”. Tiga alasan ideologis negara (Mempertahankan bangsa dan tanah air; meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan ikut serta dalam mempertahankan perdamaian dunia yang abadi dan berkeadilan) berhubungan langsung dengan tugas dan kewajiban Negara/Pemerintah.
            Dengan membedakan antara wilayah urusan negara dan wilayah utama urusan MM, maka kita dapat menentukan peranan MM. Walaupun tidak berkaitan langsung dengan tiga wilayah urusan negara, namun MM yang kuat dapat membantu negara dalam menyelenggarakan pemerintahan yang menjamin tercapainya tujuan seperti ”meningkatkan kesejahteraan rakyat”, begitu pula kesadaran ”mempertahankan bangsa dan tanah air”. Tenaga-tenaga profesional dalam bidang birokrasi, administrasi dan penyelenggaraan pemerintahan pada akhirnya direkrut dari MM, baik melalui partai politik maupun organisasi sosial dan keagamaan, serta lembaga pendidikan tinggi.
            ”Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa”, yang peranannya terletak di tangan MM, dapat dikaitkan dengan visi kesejarahan diproklamasikannya negara RI. Menurut Mukadimah UUD 45 negara Indonesia berhasil diproklamasikan melalui perjuangan panjang bangsa Indonesia, baik dalam bentuk perjuangan politik, ekonomi dan militer, maupun dalam bentuk perjuangan intelektual dan kebudayaan.
 Hanya bangsa yang cerdas dapat memelihara dan mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan dan martabatnya di tengah bangsa yang lain di dunia. Ciri bangsa yang cerdas antara lain:
  1. Dalam kehidupan sosial budaya, berjiwa  progresif dan kreatif.
  2. Sikap budayanya cenderung kosmopolitan dan pluralistik (bukan pluralisme). Masyarakat yang jiwanya kosmopolitan dan pluraristik menghargai perbedaan pendapat, keyakinan dan keragaman budaya,sebagai salah satu syarat bagi  tumbuhnya demokrasi
  3. Mantapnya tatanan kehidupan sosial politik yang demokratis artinya menghormati kedaulatan rakyat.
  4. Terbentuknya struktur kehidupan sosial ekonomi yang adil serta merata.

            Demikianlah MM yang sehat dan kuat memiliki peranan membantu terlaksananya cita-cita membangun negara sebagaimana dicita-citakan Mukadimah UUD 45. Tak ada negara di dunia ini mampu menciptakan dirinya maju dan berkembang tanpa dibantu oleh adanya sebuah MM yang sehat dan kuat. Negara dan MM saling membantu dan mendukung dalam mencapai cita-citanya, karena itu keduanya memiliki fungsi relasional, yaitu peranan yang saling berkaitan secara timbal balik.

Peranan M M
            Dilihat dari sudut  fungsi relasionalnya itu itu peranan MM antara lain ialah: Memberi perlindungan kepada individu dan kelompok-kelompok tertentu dalam msyarakat dalam berhadapan dengan tindakan negara/pemerintah yang merugikan, seperti melanggar hak asasi manusia dan lain sebagainya. Dalam hubungan ini MM berparanan antara lain : (1) Menjaga supaya negara dalam melaksanakan tugasnya tidak melampaui garis batas atau aturan yang telah ditentukan/diatur undang-undang; (2) Mendukung usaha negara dalam menjalankan tugas pokoknya, serta mengisi lowongan tugas yang ada di luar tanggungjawab langsung negara. Misalnya penyelenggaraan kehidupan beragama, beribadah, kegiatan kebudayaan atau kesenian dan lain sebagainya.
            Agar MM sehat dan kuat, ia harus mandiri dan tidak boleh bergantung kepada negara (independen). Oleh sebab itu MM harus merupakan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari bawah – yaitu dari masyarakat sendiri – bukan dibina dari ‘atas’ oleh pemerintah. Walaupun demikian tidak berarti Negara tak punya peranan dalam menumbuhkan dan mengembangkan MM.
            Peranan negara bagi terciptanya MM ialah: Memelihara suasana kehidupan yang demokratis dan adil. Ini merupakan tugas konstitusional negara. Karena itu kegagalan terciptanya suasana kehidupan demokratis dan adil, merupakan kegagalan pemerintah, khususnya selama Orde Baru memerintah. Dalam kaitan ini ada tiga (3) tugas pokok yang dapat dijalanlan oleh negara:

(1)    Memberi jaminan hukum dan politik bagi kehadiran dan perkembangan MM. Tidak boleh menghambat, mengekang dan menghalang-halangi. Pertumbuhan MM harus mendapatkan jaminan dari undang-undang.
(2)     Memupuk suasana budaya dan ideologis yang ramah dan menyenangkan bagi tumbuhnya MM.
(3)    Menyediakan infrastruktur sosial yang diperlukan dan memberikan
fasilitas  bagi tersedianya infrastruktur tersebut.

            Hal tersebut dapat dilakukan secara bertahap, misalnya dengan memberikan dukungan politik dan hukum terlebih dulu, baru kemudian diciptakan suasana budaya dan ideologis yang menguntungkan, dan pada akhirnya memberi fasilitas pembuatan infrastrukur sosial yang diperlukan.
            (Catatan : Uraian tentang Masyarakat Madani dalam tulisan ini adalah ringkasan dari rumusan yang disusun Tim Reformasi 1999 yang dianggotai antara lain  Taufik Abdullah, Abdul Hadi W. M., Syafri Sairin dll).
             Tetapi sayang pasca Reformasi negara dan masyarakat bertambah amburadul. Cita-cita MM akan tampak sebagai utopaia. Untuk kembali kepada jiwa semangat Mukadimah UUD 45 diperlukan revolusi kebudayaan, sehngga timbul perubahan besar secara mental, cita-cita, alam pikiran dan pandangan hidup bangsa.