KAJIAN PILAR DIALEKTIKA ISLAM:FILSAFAT,TEOLOGI DAN TASAWUF
Oleh:Muamar Anis
Peradaban Islam mempunyai keistimewaan berbanding
peradaban pendahulunya. Karena peradaban Islam bertahan lebih lama dari
peradaban orang-orang Kaldan, Suryani, Persia dan Yunanai. Bukanlah hal yang
diragukan lagi, panji peradaban yang sekarang berpindah ke Eropa dari zaman
renaissanse bersumber dari orang-orang Islam, yang pada masa selanjutnya
mengalami perkembangan sampailah kepada zaman kita hari ini, dan mulai kembali
lagi kepada orang Islam. Kenyataan ini sesuai
dengan apa yang dinukil oleh Nurcolis Majid pada pendahuluan terjemahan buku W.
Montgomery Watt,yang berjudul “Islam dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam
Atas Eropa Abad Pertengahan”. Ia manyatakan “perhatikan saja
istilah-istilah ilmiah dalam peradaban Barat: sebagian besarnya berasal dari
bahasa Arab, seperti zero, summit dan sebagainya. Demikian
juga dengan istila-istilah matematika dan astronomi. Dalam acara pengajian
Yayasan Wakap Paramadina, ada seorang penatar guru-guru matematika di bidanng
sains dan Ketua Asosiasi Astronomi Indonesia. Dalam salah satu kesempatan dia
mengatakan, bahwa tujuh puluh persen nama bintang di langit berasal dari bahasa
Arab.”
Ungkapan seperti ini bukan hanya dari pihak orang
Islam, namun ia juga diakui oleh orang Barat sendiri. Thatcher dan Chawel
secara tegas mengatakan bahwa bangsa Eropa sangat berhutang dengan kedatangan
Islam. Banyak ilmu yang dapat ditemukan sehingga dapat diadopsinya seperti ilmu
falak, fisiologi dan masih banyak lagi. Kesan serupa juga diungkapkan oleh
Sartios, di mana ia mengatakan bahwa bidang-bidang ilmu pengetahuan yang dibawa
Islam terutama ilmu dan penerapannya lebih banyak dari pada dari Byzantium.
Penting di catat di sini, bahwa pemberian pujian atas
sains Islam merupakan fenomena baru abad ke-20. Tidak akan ditemukan hal yang
sama di dalam literatur Orientalis abad ke-18 dan ke-19. Alasannya sangat
jelas. Sampai periode supremasi bangsa Eropa, Islam telah menjadi lambang
ancaman militer dan moral yang penting bagi agama Kristen, karena Islamlah
agama alternatif yang amat kuat dan berkembang pesat.
Di pertengahan abad ke-8 M, ketika Afika Timur dan
Barat menikmati kenyamanan dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan
kesejahteraan di bawah naungan pemimpin Islam,tetangganya di jazirah Spanyol
berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan tangan besi penguasa Visighotic. Kemudian pada tahun 750 M,Islam memasuki Andalusia di
bawah pimpinan Panglima Thariq, seorang remaja berkebangsaan Barber yang baru
memeluk Islam. Sebenarnya masyarakat kelas ke-2 dan kelas ke-3 di Andalusia telah mendengar akan ketinggian moral
dan peradaban Islam, sehingga kemenangan Panglima Thariq di sambut dengan gegap
gempita oleh masyarakat setempat. Pada masa selanjutnya kehadiran Islam di
Eropa Barat Daya tersebut bagaikan cahaya di tengah kegelapan.Di bawah pimpinan
pemerintah Islam, Andalusia mengalami kemajuan pesat seiring dengan
peradaban-peradaban Islam pada masanya. Andalusia menjadi setinggi-tinggi
peradaban selari dengan peradan dinegeri-negeri Islam tetangganya yang
berkilauan bagaikan bintang-bintang di antariksa, layaknya negeri “seribu satu
malam.”
Dari Andalusia inilah (sekarang dikenal Spanyol)
masyarakat Eropa menyerap peradaban Islam baik dalam bidang politik, ekonomi,
sosial dan peradaban antar negara, tidak terkecuali ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sebagaimana Watt menyatakan, pengaruh Islam dirasakan di Eropa Barat
terutama melalui Spanyol, dan pada tingkat yang lebih kecil melalui Sisilia.
Kesenjangan
di antara umat Islam dan Eropa pada masa masa keemasan Islam sangat ketara
sekali. Jalan-jalannya mulus, lorong-lorong kota Bagdad, Damaskus, Cordoba dan
kota-kota lainnya diterangi beribu lampu di malam hari, sedang jalan-jalan di
Eropa masih becek dan gelap. Penguasa-penguasa Islam sangat mencintai Ilmu,
istana-istana kekhalifahan di penuhi buku-buku dan ilmuwan-ilmuwan, sedangkan
di Eropa, geraja masih disibukkan dengan pembunuhan dan pembakaran ilmuwan dan
ahli sihir yang dianggap bertentangan dengan ajaran gereja.
Islam mampu membangun peradaban yang mengagumkan
dunia. Baik itu dari segi arsitektur, teknologi, kudayaan, ilmu pengetahuan,
tata bahasa, norma-norma sosial dan banyak lagi. Kalau boleh memijam istilah
Maria Rosa Menocal dalam bukunya yang berjudul Sepotong Surga di Andalusia, ungkapan
“The ornament of the world”,secara harfiah bisa didefinisikan sebagai
“Perhiasan dunia”, adalah gambaran ketinggian peradaban Islam. Karena itulah
gelar yang diberikan kepada Cordoba ibu kota Andalusia, sebagai ungkapan kagum
seorang biarawati sekaligus penulis berkebangsaan Saxon pada abad ke-10. Dan yang terpenting di dalam makalah ini adalah
pemikir-pemikir Islam yang telah menyumbangkan keunggulan-keunggulan karya
mereka sehingga memposisikan umat Islam pada masa itu benar-benar menjadi umat
terbaik di dunia. Tidak hanya sekadar itu, pemikir-pemikir Islam mampu
memberikan kontribusi yang masih signifikan sampai peradaban hari ini. Terlepas
dari apakah pada saat ini Islam telah menjadi umat yang terbelakang atau umat
yang mulai kembali berkembang untuk membangun peradabannya, namun Islam baik
sebagai agama atau sebagai the way of life, tetap dianggap sebagai
sebuah konsep yang unggul.
Ini dibuktikan dengan ungkapan Paul alvarus,seorang
tokoh Kristen yang vokal dan dihormati, yang hidup di Cordova pada pertengahan
abad ke-9 mengungkapkan keresahan suara hatinya:
“Orang-orang Kristen sangat senang membaca berbagai
syair dan roman Arab. Mereka mempelajari para teolog dan filosof Arab, bukan
untuk menolak pemikiranya, melainkan untuk mengetahui tata bahasa Arab yang
benar dan indah. Adakah rakyat jelata yang masih mau membaca tafsir-tafsir
kitab suci berbahasa Latin atau mempelajari Injil, kisah-kisah Nabi dan Rasul?
Celaka! Semua pemuda Kristen yang berbakat membaca dan mempelajari buku-buku
Arab dengan antusias. Mereka menghimpun perpustakaan-perpustakaan besar dengan
biaya yang tak sedikit. Mereka sepelekan buku-buku Kristen dan menganggapnya
tak layak dipelajari. Pemuda-pemuda Kristen telah lupa terhadap bahasa sendiri.
Untuk setiap satu orang yang bisa berkorespondensi dalam bahasa Latin kepada
temannya, terdapat seribu orang yang bisa menulis, menuangkan ide dan pemikiran
mereka dengan bahasa Arab yang indah, dan bahkan menulis syair-syair Arab lebih
baik dibanding orang-orang Arab sendiri”.
Ini adalah sebuah ancaman yang sangat besar bagi
bangsa Eropa dan agama Kristen yang menjadi jirannya pada masa itu, baik
sebagai kelompok manusia budaya maupun umat beragama. Jadi untuk menjelaskan
tersebarnya Islam, Kristen telah mengembangkan stigma yang mengatakan sukses
Islam adalah hasil dari kekerasan, gejolak nafsu dan kebohongan kaum Muslim.
Tentu saja ini adalah pernyataan yang “menghibur” pada masa ketika imperialisme
perdagangan Eropa mulai tumbuh. Dengan mengembangkan teori tersebut ‘penderitaan
orang kulit putih’ tidak hanya menjadi lebih ringan untuk dipikul, tapi
penaklukan militer juga membentuk moral imperatif saat-saat orang-orang buas
yang tidak mengerti akan keagungan nilai sains.
Ungkapan di atas menggambarkan keunggulan Islam yang membuat
ciut nyali dunia dengan kreativitas umatnya dalam membangun peradaban.
Kendatipun dalam catan sejarah, pada abad 13 sampai abad 18 peradaban Islam
telah mengalami kemunduran, tetapi Islam masih saja membuat kecut pihak yang
menganggapnya sebagai lawan. Karena pada abad-abad sebelumnya, para pemikir
Islam telah mewariskan karya-karya agung yang tidak hanya digandrungi oleh umat
Islam, tapi oleh umat-umat yang memusuhi Islam.
Tidak dinapikan keunggulan itu terlahir dengan ajaran
Islam yang sangat mendorong umatnya mendalami ilmu pengetahuan. Islam juga
memandang tinggi kedudukan akal. Dalam waktu yang sama Islam juga menekankan
tingginya nilai etika, akhlak dan norma-norma sosial. Tapi yang paling utama
dasar ajaran Islam adalah tauhid.
Bila kita kembali ke sejarah,pasti kita akan menemukan
manusia-manusia unggul,pemikir-pemikir yang berjasa kepada kemajuan Islam dan
dunia pada saat ini. Sebut saja misalnya Al-kindi (801-865),
Al-Farabi (870-950), Ibnu Sina (980-1037), dan Ibn Rusyd (1126-1198), masih
disebut sebagai tokoh-tokoh ideal yang dicanangkan sebagai model fase kemajuan
berfikir dan kebangkitan dalam dunia Muslim. Para filosof Muslim sangat
mengedepankan logika dan cara berfikir yang benar, tanpa ada maksud untuk
mngesampingkan wahyu, tetapi penggunaan rasio adalah juga karunia Allah yang
amat berharga. Di tangan para ilmuwan inilah
terlahir karya-karya yang masih menjadi rujukan berabad-abad dan sebagian teks
aslinya masih bisa kita temukan di perpustakaan-perpustakan Eropa.
Pemikir Islam, Ibnu Rusyd (1120-1198 M) misalnya, di
barat dikenal dengan nama Averos. Ia melepaskan belenggu taklid dan
menganjurkan kebebasan berfikir. Ia mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara
yang memikat minat semua orang yang befikir bebas. Ia mengedepankan sunatullah
menurut pengertian Islam terhadap patheisme dan anthrophomorphisme Kristen.
Demikian besar pengaruhnya di Eropa, sehingga di Eropa timbul gerakan Averoisme
(Ibn Rusyd-isme) yang menuntut kebebasan berfikir. Bermula dari pemikiran dan
gerakan ini di Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan
rasionalisme pada abad ke 17 M. Berawalnya pengaruh penyerapan peradaban Islam
ke Eropa dimulai dari pemuda-pemuda Kristen belajar ke Universitas-Universitas
Islam. Kemudian di Paris didirikan Universitas yang sama dengan Negara Islam
pada tahun 1231 M, tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibnu Rusyd.
Dibidang
teologi, dunia Islam diramaikan oleh ahli-ali ilmu kalam yang berasal dari
berbagai aliran. Seperti aliran Mu’tazilah yang sangat menghargai ketinggian akal.
Bagi kaum yang berfaham Mu’tazilah, dengan potensi akal yang dimiliki manusa,
manusia dapat mengkaji kebenaran sampai ketahap mampu mengetahui adanaya Tuhan,
baik buruk sebuah perbuatan dan banyak lagi
persoalan teologi yang diparkannya dengan pola yang sangat menarik. Pada
dasarnya pemikiran Mu’tazilah didominasi teologi rasional.
Paham yang bersebrangan denga Mu’tazilah adalah
Asy’ariyah. Teologi Asy’ariyah yang lebih berpandangan teologi tradisional beranggapan kemampuan akal hanya mampu ke tahap mengakui
adanya Tuhan. Sedangkan selebihnya tidak mampu diakses oleh akal. Kendati
demikian, dari segi diaelektikanya, kaum Asy’ariyah tetap mengedepankan argumen
secara rasional untuk mengenal Allah dan ini tetap
dianggap merupakan kelanjutan metode kalam Mu’tazilah.
Selain
ketinggian akal dan keutamaan argumen rasio seorang muslim juga wajib memiliki
ketinggian Akhlak. Keutamaan ajaran tasawuf adalah menuju akhlak yang terpuji
dan meninggalkan serta menjauhi akhlak yang tercela. Mengutamakan gerakan hati
nurani atau intuisi disamping akal untuk melihat kebenaran. Namun, ketika
ketiga unsur ini dikolaborasikan, maka, akal yang di bimbing oleh wahyu dan di
barengi ketinggian akhlak akan melahirkan pribadi-pribadi unggul yang sangat
diperlukan untuk membangun umat. Inilah keunggulan peradaban Islam yang tidak
dimiliki oleh peradaban-peradaban lainnya. Kendatipun Islam dihancurkan oleh
orang-orang yang buas dan rakus seperti bangsa Mughal, namun ketika mereka
berinteraksi dan mendalami peradaban Islam, mereka terus jatuh cinta padanya
dan membangun kembali peradaban Islam.
Begitu juga bangsa-bangsa Eropa yang dengan keji dan
brutal mengusir Islam dari Granada Spanyol, namun nilai-nilai Islam sangat
mereka cintai. Sebagaiman Watt mencatatkan “ … dan nampaknya dapat dibenarkan
kalau disebutkan bahwa agenda-agenda acara atau aturan-aturan waktu yang harus
kita ikuti dalam acara-acara formal mungkin berasal dari Ziryab ini”. Selanjutnya Watt
menyatakan, ketika orang-orang Romawi memasukkan wilayah Yunani ke dalam
wilayah kekuasaan mereka, akibatnya adala seperti yang dikatakan seorang
penyair Latin “Yunani yang telah tertaklukkan membuat takluk penakluknya yang
besar.” Namun penaklukkan orang-orang Arab tidak membawa mereka “tertaklukkan”
sebagaimana terjadi pada penakluk Romawi. Mereka bahkan berhasil mendesakkan
bahasa mereka, bahkan apa yang menjadi sudut pandang mereka, kepada hampir
seluruh masyarakat yang ditundukkan di bawah kekuasaanya.
Islam adalah agama yang benar, maka dari itu Islam
tidak akan melewatkan segala aspek yang diperlukan manusia. Filsafat sangat
diperlukan manusia untuk mencapai kesuksesan di dunia. Teologi adalah keperluan
manusia sendiri kepada Tuhan yang menciptakannya supaya manusia selalu ingat
pada setiap kesuksesan pikirannya. Tasawuf diperlukan filsafat dan teologi
sebagai penyeimbang diantara dunia dan Tuhannya. Tasawuf juga merupakan
pembimbing akhlak manusia supaya benar-benar kelihatan manusianya dan untuk
manusia mencapai kebahagiaan serta kesuksesan di akhiran maupun di akhirat.
Manusia memerlukan akal, dan akal perlukan Tuhan. Di antara manusi,
akal, dan Tuhan diperlukan hati atau intuisi yang di cerminkan oleh etika
dan akhlak yang mulia supaya semua unsur tersebut tetap seimbang di dalam
manusia.