Selasa, 14 Mei 2013

REVOLUSI ABBASIYYAH


REVOLUSI ABBASIYAH

Oleh:Muamar Anis


               Pada penghujung tahun 749 M  berakhirlah kekuasaan Daulah Umayyah yang memegang tampuk pemerintahan sejak tahun 661 M.  Penggantinya Daulah Abbasiyah (750-1258 M) mewarisi wilayah yang luas membentang dari pegunungan Thyansan di sebelah barat Tiongkok hingga wilayah Maghribi di Afrika Utara yang dahulunya merupakan wlayah kekaisaran Romawi. Bekas kemaharajaan Persia yang dirambah membentang hingga lembah Indus dan wilayah Turkistan. Wilayah-wilayah ini tidak sepenuhnya aman dan stabil ketika pasukan Abbasiyah berhasil menundukkan sisa-sisa pasukan Umayyah yang terpecah belah. Begitu berhasil alih kekuasaan melalui revolusi berdarah selama tiga tahun, Abbasiyah memindahkan pusat kekuasaan dari Damaskus di Syria atau Syams ke Kufa, di Iraq sekarang. Kufa dahulunya merupakan pusat pemerintahan ketika Ali bin Abi Thalib menjabat sebagai khalifah. Beberapa tahun kemudian  Daulah Abbasiyah membangun ibukota baru Baghdad, tidak jauh dari Cseiphon  bekas ibukota kemaharajaan Sassan Persia.
            Pada zaman pemerintahan Abbasiyah inilah peradaban Islam mencapai kejayaan besar dalam arti yang sebenarnya. Terutama pada periode-periode awal. Di ibukota Baghdad, yang terletak di wilayah yang subur dialiri sungai Tigris atau Dajlah, sekali lagi muncul peradaban baru di negeri yang telah sejak zaman kuna menjadi negeri buaian peradaban itu. Peradaban-peradaban besar seperti Sumeria, Assyria, Babylonia, dan Akkadia muncul di wilayah ini.  Di negeri ini pula, tepatnya di kota kuna Ur,  bapak agama monotheis Nabi Ibrahim a.s. dilahirkan.

Asal Usul Abbasiyah
            Nama Abbasiyah dinisbahkan kepada Ibn Abbas, kakek pendiri gerakan ini dan juga paman Nabi Muhammad  s.a.w. Jadi keluarga ini seeperti keluarga Nabi termasuk ke dalam keluarga besar Bani Hasyim. Sejak Umayyah berhasil mengambil alih kekuasaan dari khalifah al-rasyidin keempat Ali bin Abi Thalib, keturunan Bani Abbas sangat setia kepada Umayyah. Mereka diberi daerah kekuasaan yang berpusat di Hamimah, tidak jauh dari Damaskus. Hamimah adalah kota kecil yang tenang dan keturunan Abbas memang terkenal saleh. Tetapi perubahan segera terjadi setelah mereka menyaksikan dan kesewenang-wenangan dan penindasan yang dilakukan oleh penguasa-penguasa Umayyah. Tetapi mereka harus menunggu waktu yang tepat untuk membentuk gerakan.
            Saat yang ditunggu tiba. Yaitu pada masa pemerintahan Umar ibn Abdul Aziz (717-720 M) yang termasuk  lunak dalam menghadapi gerakan pembangkam. Dengan rancangan yang matang, cucu Abdullah bin Abbas yaitu Muhammad bin Ali bin Abdullah Abbas, memutuskan membentuk sebuah gerakan rahasia dengan sistem organisasi berdasarkan sel-sel jaringn yang sukar diketahui orang.  Tiga pusat jaringan yaitu Hamimah, Kufa, dan Khurasan di Iran Utara akhirnya terbentuk. Utusan-utusan rahasia bolek balik selama bertahun-tahun memperluas dan memantapkan jaringan dengan propaganda-propaganda memikat. 
            Belum mencapai hasil yang dicita-citakan, Muhammad meninggal dunia. Kepemimpinan beralih ke tangan adiknya Ibrahim bin Ali.. Di bawah pimpinan imam baru inilah Abbasiyah menjelma orrganisasi bawah tanah dengan jumlah kader, pasukan dan pengikut yang jumlahnya besar. Pada tahun 746 M gerakan ini tercium oleh penguasa. Umayyah memerintahkan tentara menangkap pemimpinnya Ibrahim. Sebelum Ibrahim terbunuh ia telah mengungsikan semua sanak keluarga dan pengikutnya dari Hamimah ke Kufa, serta mengangkat keponakannya Abdullah bin Muhammad Ali bin Abbas sebagai penggantinya. Ketika itu Abdullah ibn Abbas baru berusia 24 tahun, namun ternyata cakap dan berwibawa. Tokoh inilah kelak yang ditakdirkan menjadi khalifah pertama Daulah Abbasiyah.
            Gerakan Abbasiyah didirikan di tengah persaingan hebat antara golongan Umayyah yang berkuasa dan Syiah atau pengikut Ali. Sepert telah kita ketahui pertentangan antara dua fraksi bermula sejak wafatnya Usman bin Affan yang tewas dibunuh. Prinsip dasar Abbasiyah sebagai gerakan rahasia ialah : (1) Orang Islam harus ridha menerima kepemimpinan dari keluarga Bani Hasyim, yang telah menurunkan Nabi Muhammad s.a.., Ali bin Abi Thalib, dan anak cucu Abdullah ibn Abbas.  Pada mulanya prinsip ini dijalankan oleh kaum Syiah, tetapi pada hakikatnya dikendalkan oleh Abbasiyah. (2) Semua pengikut gerakan ini tidak diperbolehkan memberontak untuk menumbangkan rezim Umayyah sebelum mampu merintis munculnya pemerintahan baru dengan persiapan yang matang. (3), Membentuk poros Hamimah-Kufa-Khurasan. Poros dibentuk melalui gerakan rahasia dengan sistem jaringan organisasi sel.
            Hamimah dipilih karena kendati dekat dengan Damaskus, merupakan kota kecil yang terpencil dan jarang dikunjungi orang dari kota lain. Kufa terletak di pertengahan jalan dan merupakan wilayah kediaman pendukung Ali. Khurasan di Iran adaah tempat yang strategs untuk mendidik kader dan pasukan, karena penduduk kota ini secara iam-diam adalah penentang Umayyah. Tempat ini pun sangat jauh dari pusat pemerintahan Umayyah. Di sini telah lama timbul sengketa etnik atau suku yang bisa diekslpoitasi untuk sebuah gerakan besar.
            Ada dua faktor  yang membuat Abbasiyah bisa mengembangkan sayap sebagai organisasi rahasia.Pertama, di bawah pemerintahan khalif Umar bin Abdul Aziz (717-20) penguasa Umayyah yang terkenal adil, terdapat kebebasan untuk mengemukakan penapat. Keadaan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemimpin Abbasiyah. Kedua, terbunuhnya seorang pemimpin Kaisaniyah, fraksi Syiah yang militan dan punya banyak pengikut, yitu Abu Hasyim bin Muhammad Hanifah oleh khalif Hisyam ibn Abdul Malik yang menggantikan Umar bin Abdul Aziz. Padahal sebelumnya antara kedua pemimpin ini telah menandatangani perjanjian damai dan mengikat tali persahabatan. Namun iri hati dan cemburu kepada Hisyam yang selain luas ilmunya dan banyak pengkutnya, khalif Hisyam berniat membunuh Abu Hasyim. Ketika Abu Hasyim dan pengikutnya sedang melakukan perjalanan ke Madinah, khalif  Hisyam meletakkan racun ke dalam susu yang akan diminum Abu Hasyim. Ketika Abu Hasyim merasa kesakitan oleh racun yang dimumnya, dia menukar haluan perjalananya menuju Hamimah tempat Ali bin Abdullah ibn Abbas. Sebelum menghembuskan nafas terakhir Abu Hasyim berpesan agar Ali bin Abdullah sudi menjadi pemimpin kaum Kaisyaniyah. Sejak itulah pengikut Abbasiyah bertambah besar dan jaringan organisasinya meluas. Selama bertahun-tahun kaderisasi dilakukan dengan baik.
            Ketika Ali bin Abdullah wafat, kedudukannya digantikan oleh saudaranya Ibrahim ibn Abbas. Di tangan Ibrahim gerakan Abbasiyah semakin meluas. Sebagai imam kedua gerakan ini, Ibrahim ibn Abbas  melantik Abu Muslim al-Khurasani sebagai panglima perang. Tokoh yang berkedudukan di Khurasan, Iran timur laut ini, terkenal sebagai ahli strategi yang piawai. Dia adalah tangan kanan Ibrahim ibn Abbas atau Ibrahim al-Imam. Dia pula yang memelihara Abdullah ibn Abbas yang sejak kecil telah ditinggalkan ayahandanya Ali bin Abdullah ibn Abbas. Nama Abu Muslim sebenarnya hanya samaran. Nama sebenarnya adalah Abdul Rahman ibn Muslim, lahir di Isfahan dan besar di Kufa, sebuah kota dagang yang makmur d Teluk Persia ketika itu. Dia ditugaskan di Khurasan karena merupakan ahli strategi  yan hebat. Di tanganya itulah Revolusi Besar pertama dalam sejarah Islam  pecah..

Revolusi Pecah
            Pada masa pemerintahan khalif Umayyah yang terakhir, yaitu Mirwan II (744-750 M)  keadaan tdak menentu. Banyak kerusuhan dan pembrontakan yang sukar diatasi hampir di seluruh wilayah kekhalifatan Islam. Pergolakan terbesar yang menjadi pukulan terakhir bagi kekuasaan Umayyah ialah pembrontakan golongan Syiah di Khurasan pada tahun 747 M. Pembrontakan ini dpimpin oleh Jadik ibn Ali-al-Azadi, yang lebh dikenal dengan panggian al-Karmani.  Melalui peperangan yang hebat Panglma Syiah al-Karmani  berhasil merebut beberapa kota penting. Mula-mula Merv, di Iran yan waktu itu merupakan pusat pemerintahan Amir atau gubernur Khurasan. Gempuran pasukan al-Karmani menyebabkan pasukan Umayyah mundur ke Herat, di Afghanistan sekarang.
            Ketika pemberontakan itu berlangsung Abu Muslim al-Khurasani mengamati dari dekat dan mulai mengatur siasat dan mencri saat yang tepat untuk terlibat dalam peang menaklukkan pasukan Umayyah.  Ketka kedua pihak yang bertenpur tengah mengadu tenaga terakhr dan memuasatkan perhatian sepenuhnya ke medan perang, secara terang-terangan Abu Muslim mengumumkan maksud gerakan Abbasiyah yang sebenarnya. Pasukan Syiah pmpinan al-Karmani yang mulai kewalahan menghadapi pasukan Umayyah berhasl dibujuk untuk berpihak kepadanya. Sementara itu antara Abu Muslim dan  gubernur Umayyah yang mundur ke Herat surat menyurat dan saling kirim utusan terus berlangsung. Tetapi Amir Umayyah tetap tidak mau tunduk sehingga akhirnya Abu Muslim harus bertndak. Khurasan bisa direbut dan kemenangan ini merupakan awal dari kemenangan Revolusi Abbasyah.
            Keluarga Ibrahim ibn Ali, imam kedua gerakan Abbsiyah, beserta keponakannya Abdullah bin Ali dan keluarga mereka telah tinggal di Kufa semenjak gerakan rahasia yang dipimpimnya tercium oleh khalif Mirwan II. Begitu kemenangan pasukan Abu Muslim terdengar pada tahun 749 M, barulah Abdullah bin Ali muncul di hadapan khalayak untuk mengumumkan diri sebagai pemimpin baru yang menggantikan Ibrahim ibn Ali yang tewas dibunuh. Waktu itu usianya baru 27 tahun. Penduduk Kufa menyampaikan ta’zim dan memberinya gelar khalif Abbasiyah.
            Setelah itu bersama pasukan pengawalnya da diikuti orang banyak ia berangkat menuju Darul Imamah dan penguasa setempat pun mengangkat baiat bersama para pembesar dan pejabat lain. Sejak lama penduduk Kufa yang secara diam-diam mendukung gerakan ini telah menanti-nati peristiwa bersejarah ini. Kejadian ini berlangsung pada hari Jum’at 12 Rabiul Awal 132 H bertepatan dengan 24 Agustus 749 M. Dari Darul Imamah rombongan kemudian berangkat menuju Masjid Agung Kufa. Di sinilah berlangsung baiat umum atau pengangkatan Abdullah bin Ali sebagai khalif Abbasiyah I.
            Pada hari yang sama khalif Mirwan II sedang berada di kota benteng Harran, yang terletak agak jauh di utara kota Mosul, Iraq sekarang.  Dia dan pasukannya baru saja berhasil menumpas kekacauan di Armenia. Mendengar berita kemenangan pasukan Abbasiyah dia segera menggerakkan tentaranya yang berkekuatan 120.000 orang ke arah selatan  lembah Iraq dekat Kufa. Pasukan ini dihadang  pemuka gerakan Abbasiyah di sana yaitu Abu Oun  dan pasukannya di Syahrazw.  Tak lama kemudian bala bantuan datang untuk Abu Oun dari Kufa. Untuk mengatur strategi pasukan Abbasiyah bertahan di pinggir sebelah barat sungai Eufrat. Sedangkan pasukan Umayyah membangun perkemahan di pinggir sebelah timur sungai tersebut.
            Untuk waktu yang lama kedua pasukan hanya saling perang dengan menghujankan panah api.  Karena tak sabar atas jalannya peperangan yang lambat ini, khalif Mirwan II memberintahkan pasukannya membangun jembatan di bawah lindungan serangan anak panah ke arah musuh. Pekerjaan itu berjalan lambat dan memakan banyak korban kendati akhirnya selesai. Begitu jembatan usai dibangun, khalif Mirwan I dan pasukannya pun melintas jembaan dan sebagian lagi menggunakan perahu. Pertempuran hebat berlangsung sepanjang jembatan dan tepian sungai Eufrat. Dalam pertempuran ini khalif Mirwan II kehilangan banyak tentara. Ribuan mayat bergelimpangan dan hanyut di sungai Eufrat. Khalif Mirwan II akhirnya memerintahkan tentaranya mundur dan kembali menuju Mosul. Bersama sisa pasukannya dia terus dikejar oleh pasukan Abbasiyah hingga dia mundur lagi ke kota benteng Harran. Untuk beberapa waktu lamanya dia mampu bertahan di sini.
            Bantuan pasukan mengalir ke pihak Abbasiyah. Kian terdesak khalif Mirwan kemudian meninggakan Harran menuju Urfa, tetapi pasukan Abbasiyah terus mengejarnya.  Serangkaian pertempuran berlangsung kemudian di kota Homs, Syria Utara. Setelah itu pertempuran berlangsung pula di Damaskus dan Palestina.  Di Palestina inlah khalif Mirwan II mengalami kekalahan besar. Kemudian penguasa Umayyah terakhir ini melrikn diri ke Mesir. Dengan kekalahan itu wilayah-wilayah seperti Iraq, Syria dan Palestina jatuh ke tangan Abbasiyah. Pertempuran terakhir berlangsung di wilayah Mesir. Kemenangan pasukan Abbasiyah disambut gembira oleh penduduk. Secara berbondong-bondon mereka menangkat baiat kepada khalif Abdullah bin Ali. Pada akhir 750 M khalif Mirwan II berlindung di sebuah biara/keniset di kota pealabuhan Abusir, Mesir. Di sini dia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Sejak itu berakhirlah kekuasaan Daulah Umayyah.

Tahta Darah
            Dari pendahulunya yang diruntuhkan Daulah Abbasiyah  mewarisi wilayah imperium yang luas, membentang dari ujung barat Afrika Utara hingga pegunungan Tyan San yang berbatasan dengan wilayah kekaisaran Tiongkok dan sebagian Hindustan di timur. Kecuali itu mewarisi pula sejumlah pemberontakan di wilayah-wilayah yang luas, terutama di Syria, Iraq dan Iran. Selama empat tahun memegang tampuk pemerintahan khalif pertama Abbasiyah Abdullah bin Ali bin Abbas yang wafat dalam usia 31 tahun itu harus berjuang sekuat tenaga memadamkan sejumlah pembrontakan. Di antara pemberontakan-pemberontakan besar yang harus ditumpas ialah pemberontakan Habib ibn Murra bekas panglima pasukan Mirwan II di Hauran dan Tsania. Tak lama setelah tewasnya khalif Umayyah yang terakhir itu dia mengerahkan tentaranya untuk memberontak. Pemberontakan ini bisa diredam setelah pasukan Habib berhasil dipukul mundur yang memaksa sang panglima menandatangani perjanjian damai. Bersama pasukannya dia meminta pengampunan dan dikabulkan oleh imam Abbasiyah.
            Pemberontakan berikutnya adaka yang dipimpin Abul Wirdi Majzat di kota bentang Qunissirin Syria. Pemberontakan ini dapat diredam pula dengan mudah. Berikutnya pemberontakan yang dilancarkan penduduk Damaskus. Pada mulanya pemberontak mampu memorakporandakan pasukan Abbasiyah yang dipimpin Abu Ghanim ibn Razi. Setelah itu pemberontak merebut kota benteng lain Homs. Melalui pertempuran yang hebat dan memakan banyak korban, akhirnya pemberontakan bisa dipadamkan. Penduduk Qunissirin yang terlibat pemberontakan diampuni. Pemberontakan berikutnya yang juga dapat dipadamkan ialah pemberontakan Al-Jazira, wilayah utara Iraq... Di wilayah ini terletak kota-kota penting seperti Mosul, Harran, Siffin, dan lain-lain yang diapit dua sungai utama Tigris dan Eufrat.
            Di Madain, bekas ibukota kemaharajaan Persia yang sebelumnya disebut Ctesiphon, kaum Khawarij juga mengangkat senjata. Pemberontakan yang dipimpin Syaiban ibn Abdul Aziz, ideolog Khawarij di di Iraq pada akhirnya bisa ditumpas tanpa pengampunan sedikit pun. Tragedi yang paling memilukan ialah pembunuhan terhadap bekas gubernur Umayyah Yazid bin Hubaiat dan sejumlah besar keluarganya di kota benteng Wasit. Bertolak dari kejadian-kejadian ini sepanjang masa awal pemerintahannya, Abdullah bin Ali bin Abbas memberi dirinya gelas al-Saffah, artinya si penumpah darah. Maka dia disebut Abdullah al-Saffa’.
            Setelah berhasil memadamkan pemberontakan, kaisar Byzantium di Konstatinopel menyerang untuk merebut kembali wilayahnya yang hilang semasa pemerintahan Daulah Umayyah.  Pada mulanya Byzantium berhasil kembali Asia Kecil sampai wilayah Kelikia di sebelah utara Syria. Kemudian menguasa Malatia dan Mardian di utara yang berbatasan dengan Iraq. Peperangan berjalan alot dan berkelanjutan hingga khalif Abdullah al-Saffa wafat pada tahun 753 M dan baru berakhir pada masa pemerintahan khalif II Abbasiyah al-Manshur. Sebelum wafat, Abdullah al-Saffa’ berhasil membangun ibukota baru Hasymia di sebelah utara Anbar di tepi sungai Eufrat.
            Di samping perang yang meletihkan melawan pemberontakan dan serangan Byzantium itu, banyak sekali peristiwa memilukan yang terjadi. Di antaranya pembunuhan besar-besaran terhadap keluarga Daulah Umayyah di Damaskus. Padahal setelah tewasnya khalif Mirwan II, seluruh lapisan elit Umayyah di Damaskus telah sepakat berdamai dan mengakui pemerintahan Abbasiyah, dan mereka pun telah mendapat pengampunan. Tetapi gubernur Abbasiyah di Damaskus merasa kuatir mereka akan berkhianat.  Pada suatu hari mereka diundang untuk menghadiri perjamuan agung sebagai penghormatan. Sekitar 90 orang bangsawan dari keluarga Umayyah hadir. Mereka disambut penuh penghormatan, tetapi kemudian di bawa ke dalam ruangan malului jalan yang berlilit-lilit. Sampai di ruangan yang dituju mereka lantas dibunuh oleh pengawal yang sudah menunggu di tempat itu.
            Setelah itu terjadi pula pengejaran dan pembunuhan terhadap sisa-sisa keluarga Umayyah yang tinggal di Syria dan Palestina yang berhasil melarikan diri ke Mesir. Di atara yang lolos itu terdapat seorang pemuda bernama Abdul Rahman (730-788 M) yng baru berusia 22 tahun. Dia adalah cucu khalif Umayyah Hisyam ibn Abdul Malik (724-743 M). Setelah lolos, dengan susah payah melalui gurun yang panas dan terik, akhirnya dia dan keluarganya serta pasukan pengawalnya berhasil melarikan diri ke Mesir. Dari Mesir menuju ujung barat Afrika Timur yaitu Maghribi atau Maroko sekarang ini.  Dibawah komando panglimanya yang setia Jabal Tariq, Abdul Rahman dengan rombongan akhirnya berhasil berlabuh di Andalusia. Entah bagaimana caranya, dan itu merupakan cerita yang lain, hanya dalam waktu enam tahun setelah melarikan diri pemuda itu dapat mendirikan kembali Daulah Umayyah di Andalusia.

(Bersambung).



KHASANAH ISLAM



ALIRAN-ALIRAN DAN FAHAM KEAGAMAAN
PADA  MASA UMAYYAH

Oleh:Muamar Anis


               Terlepas dari banyaknya kelemahan dalam masa pemerintahan Umayyah, terutama pada masa pemerintahan Muawiyah dan Yazaid, akan tetapi Umayyah sangat berjasa dalam banyak hal. Kontribusi mereka kepada peradaban Islam selain terlihat di bidang arsitektur atau seni bangunan, ialah pesatnya perkembangan lembaga pendidikan yang disusul oleh berseminya ilmu pengetahuan, terutama ilmui-ilmu keagamaan seperti Tafsir Qur’an, ilmu Hadis, fiqih (jurisprudensi), dan tarikh (sejarah). Kecuali itu pemakaian bahasa Arab sebagai bahasa ilmu dan sekaligus lingua franca berhasil dilakukan sehingga meluas ke seluruh wilayah kaum Muslimin. Akan tetapi pada saat sama, disebabkan factor-faktor politik terjadi perpecahan internal dalam Islam yang meruncing dari waktu ke waktu.
             Pada mulanya perpecahan itu terjadi disebabkan pemikiran politik, namun lambat laun diikuti oleh perbedaan paham keagamaan. Pertikaian internal ini antara lain disebabkan: Pertama, masalah kedudukan khalifah sebagai pengganti Nabi, apakah mesti didasarkan atas pemilihan secara demokratis (musyawarah,syura) atau berdasar tingkat kearifan yang dimiliki (melalui bai’at).. Kedua, masalah kedudukan orang beriman, termasuk khalifah dilihat dari sudut hukum Islam. Atau tentang bagaimana cara menetapkan ukuran orang beriman. Ketiga, sistem pemerintahan Umayyah yang meniru gaya pemerintahan Byzantium yang sekular, menimbulkan pro kontra. Kelima, keinginan menafsirkan al-Qur`an yang berbeda-beda  yang dilanjutkan dengan upaya merumuskan doktrin keagamaan (kalam, teologi).
Pada zaman khalifah Usman bin Affan sampai zaman Umayyah terdapat beberapa golongan Muslim, yang saling berbeda pendapat mengenai berbagai masalah keagamaan.
             Di antara golongan-golongan itu ialah: (1) Golongan orang-orang Zuhud atau ahli Sunnah yang merupakan sayap ortodoksi Islam. (2)   Khawarij, yang disebut golongan puritan dan radikal, pembela teokrasi| (3) Syi`ah, partai Ali atau kaum `Aliyun| (4) Mawali atau Maula, orang-orang Muslim non-Arab yang berpikiran sederhana. Pada umumnya mereka adalah para tuan tanah dan pedagang. Kelak kemudian hari golongan ini merapat dengan golongan Zuhudiyah atau ahli ibadah, yang merupakan cikal bakal Ahlu Sunnah wal Jamaah (Sunni).
             Pada masa selanjutnya muncul pula golongan Murji`ah, Jabariyah dan Qadariyah. Dari kalangan Qadariyah lahir golongan Mu`tazila. Apabila empat golongan yang disebut pertama muncul dari gerakan politik, baru kemudian mengembangkan pemikiran keagamaan tersendiri, maka golongan yang disebut terakhir muncul dari gerakan keagamaan, baru kemudian mendapat nuansa sebagai gerakan sosial atau politik.

Golongan Zuhud. Mereka terdiri dari para ahli hukum Islam (fiqih), hafiz (penghafal al-Qur`an), sahabat Nabi dan keturunan mereka. Karena tidak tahan melihat kezaliman dan penindasan pada zaman Umayyah, mereka melakukan pembangkangan dan memberontak. Banyak mereka yang ditindas dengan kejam dan mati dalam pemberontakan. Yang dapat menyelamatkan diri meninggalkan Madinah. Di antaranya seorang tokoh terkenal Hasan al-Basri, yang memilih tinggal di Basrah bersama para pengikut dan murid-muridnya, dan membentuk gerakan ahli zuhud. Gerakan ini merupakan cikal bakal tasawuf atau gerakan sufi
              Golongan Syiah. Disebut juga pengikut Ali. Syiah artinya Partai, maksudnya Partai Ali. Saingannya ialah Partai Mu`awiyah. Kedua golongan ini muncul setelah terbunuhnya khalifah Usman bin Affan di tangan orang Khawarij. Begitu partai kedua itu  dapat meraih kekuasaan melalui peperangan yang menelan banyak korban, hanya partai Ali yang disebut Syiah. Golongan Syiah tidak mengakui klaim Bani Umayyah sebagai pewaris kekhalifatan Islam. Bagi mereka hanya Ali dan keturunannya yang merupakan khalifah yang syah. Ali orang yang dekat dengan Nabi, dan memiliki tingkat pengetahuan agama dan kerohanian paling tinggi di antara sekalian sahabat Nabi.
            Menurut golongan Syiah hanya Ahli Bait (keturunan langsung Nabi) mempunyai hak ilahiyah sebagai pemimpin umat Islam. Ajaran Syiah bahwa seorang khalifah mempunyai hak ilahiyah merupakan kelanjutan dari kepercayaan Persia Lama. Orang Persia Lama percaya bahwa raja, yaitu khalifah, merupakan inkarnasi dari kekuasaan Tuhan dan karenanya memperoleh gelar dewata.  Menurut Syiah hak ilahiyah untuk memimpin ummat berada di tangan Ali dan keturunannya. Disebabnya adanya dua pendekatan yang berbeda di kalangan Syiah terhadap teori di atas, maka kemudian Syiah pun terbagi menjadi dua golongan utama, yaitu Syiah Imam Dua Belas (biasa disebut Syiah Imamiyah) dan Syiah Imam Tujuh.
             Syiah Imamiyah (Syi`ah al-Itsna`asyariyya). Mereka meyakini bahwa `Ali ialah Imam pertama yang memiliki hak ilahiyah menjadi khalifah. Imam ke-2 dan selanjutnya adalah keturunan `Ali. Oleh karena Imam ke-7, yaitu Muhammad bin al-Hasan menghilang secara misterius pada tahun 770 M dan dipercaya tidak meninggal dunia, maka mulailah golongan ini mengemukakan doktrin Imam Tersembunyi, yaitu Imam Mahdi. Imam Mahdi akan muncul pada akhir zaman setelah putaran Imam ke-11  berakhir.
            Syiah Imam Tujuh (Syi`ah al-Sab`iyya). Aliran atau sekte ini diasaskan oleh Abdullah bin Saba`, seorang penduduk Yaman keturunan Yahudi. Pada zaman Usman bin Affan, dia memeluk agama Islam dan beberapa tahun kemudian dikenal sebagai da`i yang suka mengembara. Banyak negeri dia kunjungi untuk menyebarkan pemikiran keagamaannya. Ia terutama mendakwahkan ajarannya di Hejaz, Kufa, Basra dan Syria. Pada akhir hayatnya dia tinggal di Mesir. Di Mesir dia mempunyai banyak pengikut.
            Di Mesir inilah dia mengajarkan doktrin keagamaannya yang kontroversial untuk pertama kali, yaitu doktrin raja’ atau penjelmaan kembali orang yang sudah mati, khususnya nabi atau pemimpin agama. Menurut Abdullah bin Saba’ ganjil sekali apabila orang meyakini bahwa Isa Almasih saja yang akan turun kembali ke dunia, dan mengingkari kemungkinan munculnya kembali Nabi Muhammad s.a.w.  Jumlah nabi sangat banyak dan setiap orang dari mereka mempunyai seorang wasl atau wali. Walinya Nabi Muhammad ialah `Ali bin Abi Thalib. Nabi Muhammad ialah Nabi terakhir dan `Ali ialah wali terakhir. Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khattab dan Usman bin Affan adalah perampas kekuasaan khalifah.
            Menurut Abdullah bin Saba’ dan pengikutnya, roh ketuhanan yang berada dalam diri setiap nabi akan berpindah kepada wali mereka masing-masing. Roh ketuhanan Nabi Muhammad akan berpindah kepada `Ali, dan dari `Ali akan berpindah kepada keturunannya. Syiah Imam Tujuh muncul setelah meninggalnya Imam ke-7 mereka, yaitu Muhammad bin Ismail, saudara kandung Muhammad al-Hasan yang merupakan Imam ke-7 Syiah Imamiyyah.
            Karena hanya mengakui tujuh imam, golongan ini disebut Syi`ah al-Sab`iyyah.  Karena Imam ke-7 yang mereka akui ialah Muhammad  Ismail, bukan Muhammad  al-Hasan,  maka mereka disebut golongan Ismailiyyah. Dengan mencampur adukkan ajaran Abdullah bin Saba` tentang roh ketuhanan dari setiap nabi dan wali-wali mereka, dengan ajaran Persia Lama tentang inkarnasi kemahabesaran Tuhan, golongan Ismailiyyah percaya bahwa  tujuh nabi dan tujuh imam  merupakan manifestasi roh ketuhanan dalam wujud manusia. Tujuh nabi itu ialah Ibrahim, Ismail, Musa, Daud, Zakariya, Isa Almasih dan  Muhammad  s.a.w. Tujuh imam ialah `Ali, Hasan, Husein, Zainal Abidin, Ja`far al-Sadiq, Muhammad Hanafiyya dan Muhammad Ismail. Setelah lenyapnya Imam ke-7 dunia akan dilanda kekacauan sampai akhirnya Imam Mahdi turun ke dunia. Catatan: Sejak zaman Daulah Umayyah hingga kini Syiah Imamiyah dan Syiah Imam Tujuh menjelma menjadi gerakan politik di samping mazhab atau sekte keagamaan. Di antaranya ialah Buwayh (abad ke-9 M di Persia), Fatimiyyah (abad ke-10-12 M di Mesir), Safawiyyah (abad ke-16-19 M di Iran)
            Murji`ah. Dari kata arja`a, artinya menunda, yaitu Tuhanlah yang menunda hukuman bagi orang Islam yang berdosa. Mereka percaya bahwa tidak seorangpun yang mengaku percaya kepada Tuhan dapat disebut kafir, walaupun tidak mengerjakan syariat agama. Golongan ini sering disebut golongan serba-boleh (permisif), dan longgar tentang pelaksanaan hukum Islam. Menurut mereka dosa-dosa yang dilakukan seseorang hanya dapat ditentukan oleh Tuhan dan Tuhan sajalah yang dapat memberi hukuman, bukan manusia (baca: ulama). Berdasar logika ini mereka berpendapat bahwa seseorang tidak dapat mengatakan seseorang lain itu kafir atau muslim, karena yang menentukan ialah Tuhan.
            Kata arja`a dipergunakan dalam berbagai cara. Misalnya manakala mereka menolak untuk mengecam Usman bin Affan dan `Ali bin Abi Thalib. Menurut mereka keabsahan mereka sebagai khalifah dan mukmin berada di tanganTuhan.  Ini yang membedakan mereka dari kaum Khawarij yang beranggapan bahwa Usman bin Affan dan `Ali bin Abi Thalib telah keluar dari Islam. Golongan Murji`ah juga menolak kepercayaan kaum Syiah terhadap `Ali sebagai imam dan klaim golongan Umayyah bahwa Mu`awiyyah ialah pewaris tahta kekhalifatan Islam yang syah. Mereka bersikap netral di tengah pertikaian politik dan keagamaan yang berkembang pada zaman Umayyah. Mereka berpihak pada hukum Tuhan yang sifatnya impersonal.
            Tokoh: Harits bin Surayj dan Jahim bin Safwan. Di bawah pimpinan Harits golongan ini bekerjasama dengan golongan Mawali di Khurasan dalam menentang pemerintahan Umayyah. Menurut paham orang Murji`ah, orang-orang Persia yang telah memeluk agama Islam tidak boleh disebut kafir walau mereka tampak kurang taat beribadah dan karenanya tidak perlu membayar pajak. Toleransi agama mereka sangat besar. Mereka yakin akan ikhtiar dan kerja, cinta dan kemurahan Tuhan  dan berpegang pada pendapat bahwa tidak ada seorang Islam pun yang pada akhirnya akan dijatuhi hukuman oleh Tuhan.
            Menurut Jahim bin Safwan, iman itu merupakan pengakuan batin. Walaupun seorang mengaku seorang yahudi atau Kristen, tetapi apabila dalam hatinya percaya kepada keesaan Tuhan (tauhid) seperti orang Islam, mereka akan diampuni oleh Allah. Dari kalangan Murji`ah yang moderat, dan tidak ekstrim seperti Jahim dan Harits,  lahir tokoh seperti Abu Hanifah (w. 767), yang bagaimana pun juga mengakui pentingnya hukum Tuhan yang dilaksanakan oleh manusia, bukan hukum Tuhan yang bersifat impersonal. Abu Hanifah adalah pengasas mazhab Hanafi, dan lebih liberal serta moderat dibanding ajaran mazhab Syafii dan Maliki, apalagi Hanbali.
             Murji`ah versus Syiah. Pertentangan orang-orang Murji`ah dengan orang-orang Syiah terjadi oleh karena Murji`ah menyerahkan persoalan khalifah atau pengganti Nabi kepada Tuhan. Mereka tidak mendukung gagasan Syiah tentang negara teokratis Ali, yang didasarkan atas keadilan agama dan juga tidak meyakini klaim Ahli Bait sebagai pewaris kepemimpinan Nabi atas umat Islam.
            Golongan Zuhud dan Ahlul Sunnah menentang Murji`ah karena cenderung membela penyimpangan, penyelewengan dan kezaliman Daulah Umayyah. Pertentangan yang lebih tajam lagi terjadi antara meeka dengan Khawarij dan para pemberontak lainebab-sebab pertentangan itu ialah:
            Manakala Bani Umayyah berhasil mengokohkan kekuasaan mereka, dan pertentangan politik kian parah di antara golongan yang berlainan paham itu, dan penguasa Umayyah dianggap bagai penguasa kafir, maka para penguasa Umayyah pun menganut paham keagamaan orang Murji`ah. Dengan menggunakan argumen-argumen Murji`ah, penguasa Umayyah dapat melakukan pembelaan terhadap penyelewengan dan penyimpangan yang mereka lakukan. Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa musuh utama Umayyah ialah golongan Khawarij, baru disusul golongan Syiah.
Pada waktu itu golongan Khawarij bersemboyan bahwa mengaku beriman kepada Tuhan saja belum cukup. Dosa besar yang tidak ditebus dengan tobat akan menghalangi orang berdoa masuk ke dalam lingkungan kaum muslimin. Menurut orang-orang Khawarij, para penguasa Umayyah termasuk pelanggar hukum agama paling buruk dan bejat.
           Pendirian Murji`ah. Di antara pendirian Murji`ah ialah: (1)  Amal perbuatan seseorang tidak dapat dijadikan dasar untuk menentukan keimanan dan keislaman seseorang. (2) Tingkat keimanan seseorang tidak dapat diukur, karena itu mereka tidak mengakuinya adanya tingkat-tingkat keimanan.  Pandangan ini jelas tidak sesuai dengan ajaran al-Qur`an, karena dalam al-Qur`an 47 ayat 17 masalah tingkat-tingkat keimanan itu dibicarkan dan difirmankan pula bahwa tinggi rendahnya amal perbuatan seseorang sejalan dengan tingkat keimanan yang dimilikinya.
           Golongan Jabariyah. Pemikiran mereka sangat sederhana, bertolak dari keyakinan seorang Muslim yang benar harus menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Allah ialah raja yang kekuasaan-Nya tidak terbatas. Kehendak Tuhan tidak dapat diukur dengan kehendak manusia. Kehendak Allah mencakup penentuan terhadap kehendak manusia. Manusia hanya dapat melakukan perbuatan melalui kehendak atau ikhtiar apabila mendapat petunjuk dari Tuhan. Kehendak manusia untuk melakukan pilihan sepenuhnya ditentukan oleh kemahakuasaan dan ketentuan Tuhan.
            Tetapi, menurut pandangan orang Jabariyah, manusia diberi hawa nafsu dan setan dapat menyesatkan manusia. Manusia memiliki kebebasan, tetapi terbatas. Penentang Jabariyah melihat bahwa kehendak (freewill) dan ikhtiar itu sangat penting. Dalam al-Qur`an  disebutkan bahwa kehendak membangkang pada manusia diberi oleh Tuhan agar manusia berpikir dan berikhtiar dalam hidupnya. Penentang Jabariyah disebut Qadariyah, yaitu golongan yang mempercayai peranan ikhtiar dan akal dalam menentukan nasib dan kehidupan manusia.
             Mu`tazilah. Munculnya aliran pemikiran keagamaan ini sering dikaitkan dengan munculnya aliran qadariyah dan tersebarnya pengaruh filsafat Aristoteles di kalangan cendekiawan Muslim. Dari lingkungan penganut paham Qadariyah muncul para ahli klaam (mutakallimun) yang sering oleh sarjana Barat disetarakan denan ahli teologi kendati ilmu kalam dan teologi berbeda. Kelompok  dipengaruhi terutama oleh pemikiran rasional  Aristoteles. Dar kelompok inilah kelak lahir paham Mu’taziala yang menafsirkan ajaran agama secara rasional, kadang terlalu berlebihan.
            Nama Mu`tazila dikaitkan dengan pengasas ajaran ini, yaitu Ibn Ata`, seorang murid Hasan Basri di Basra. Pada suatu hari Ibn Ata` mengemukakan bahwa tidak ada orang mukmin dan orang kafir dalam arti sebenarnya.

(BERSAMBUNG)


Makam Sayidina Husein dan masjid Karbala.

LINTASAN SEJARAH ISLAM(2)


LINTASAN SEJARAH ISLAM (2)

SISTEM PEMERINTAHAN PADA MASA UMAYYAH
DAN TRAGEDI KERBELA

Oleh:Muamar Anis


           Ketika mulai menjalankan pemerintahannya Daulah Umayyah menghapuskan dasar-dasar syurayang telah dilaksanakan pada masa Khalifah al-Rasyidin. Tampuk pemerintahan dan kekuasaan sepenuhnya berada di tangan raja. Sistem pemerintahan yang sentralistik dan monolitik ini didukung oleh kekuatan militer, politik dan diplomasi yang terorganisir rapi. Umayyah meniru sistem Rumawi dan Byzantium, yang sistem pemerintahannya sentralistik dan monolitik, serta otoriter dan hegemonik dalam pelaksanaan.
            Sebagai akibat dari perubahan sistem pemerintahan itu maka organisasi politik (al-Nizam al-Siyasah) mengalami perubahan pula. Perubahan asasi terlihat dalam sistem khilafah. Kepala pemerintahan (khalifah) tidak lagi dipilih berdasarkan musyarawarah, melainkan diangkat berdasarkan keturunan. Pemerintahan dengan demikian berada di tangan raja.Penyelewengan dan  KKN semakin mudah berkembang.
Dalam menjalankan pemerintahan khalifah dibantu oleh Dewan Sekretaris Negara (Diwan al-Khitabah) dan Dewan Kepegawaian (Diwan al-Hijabah). Diwan al-Khitabah dipimpin oleh seorang ketua dibantu lima orangkhatib masing-masing: (1)Khatib al-Rasa’il, untuk urusan surat menyurat kerajaan; (2) Khatib al-Kharraj, untuk urusan pajak dan keuangan; (3) Khatib al-Jund, untuk utusan ketentaraan; (4) Khatib al-Syurthalik, untuk urusan kepolisian; (5) Khatib al-Qadhi, untuk urusan kehakiman.
            Umayaah membagi kerajaan ke dalam lima wilayah besar:  (1). Hejaz, Yaman dan Najd, yaitu wilayah pedalaman Jazirah Arab. (2) Iraq Arab, yaitu bekas wilayah kerajaan Babylonia, Assyria dan Iraq Persia, termasuk juga Oman, Bahrayn, Karman, Sajistan, Kabul dan Khurasan, serta sebagian wilayah Punjab di India. (3) Mesir dan Sudan. (4) Armenia, Azerbaijan dan Asia Kecil.. (5) Afrika Utara, Libya, Andalusia (Spanyol dan Portugal), Sisilia dan Sardinia.
            Tiap wilayah ini diperintah oleh seorang Amir al-`umara (gubernur jendral) dibantu oleh beberapaamir (gubernur). Jabatan amir al-`umara dan `amir diberikan kepada orang Arab.  Dalam perkembangannya kemudian pemerintahan Umayyah membentuk organisasi pos dan kepolisian Organisasi pos memainkan peranan penting sejak zaman Mu`awiyah disebabkan luasnya wilayah kerajaan yang harus dihubungkan melalui jaringan komunikasi atau surat menyurat yang baik. Organisasi Kepolisian (syurthah) pada mulanya berada di bawah lembaga kehakiman (al-qadhi), namun kemudian dipisahkan. Lembaga ini pada mulanya bertugas melaksanakan keputusan pengadilan, namun kemudian bertugas mengawasi masalah kejahatan dan keamanan. Sebuah lembaga kepolisian yang sangat penting di antaranya ialah yang disebut nizam al-ahdas, yang tugasnya mirip dengan brigade mobil.
            Organisasi Tata Usaha Negara. Lembaga-lembaga yang berlindung di bawah organisasi tata usaha negara )al-nizam al-idar) ialah :al-dawwiin, al-imarah alal buldan, barid dan syurthah.            Al-Dawawin adalah lembaga yang mengurus tata usaha pemerintahan. Terdiri dari empat:

(a) Dewan Tata usaha pajak dan keuangan (diwan al-kharraj); (b) DewamTata Usaha Surat Menyurat(diwan al-rasa’il); (c) Dewan Urusan Surat-surat Lamaran, penerangan, dan lain-lain disebut diwan al-khatim: (d) Sebuah lagi lembaga Diwan al-Mushtagaghilat al-mutanauwi’ah.
            Organisasi Keuangan atau al-Nizam  al- Mal. Organisasi keuangan terutama mengurus penyaluran uang dari kas kerajaan untuk gaji pegawai dan biaya negara.  Di dalamnya terdapat pula lembaga yang mengurus keluar masuknya keuangan serta sumber darimana uang itu diperoleh. Misalnya lembaga yang disebut  al-dharaib, yaitu kewajiban yang harus dibayar oleh seriap warga negara kepada negara. Bagi warga negara yang belum memeluk agama Islam dikenakan pajak khusus yang lebih tinggi. 
            Sedangkan lembaga yang mengurus keuangan negara dan biayaan pemerintahan disebut Masharif Bait al-Mal. Lembaga ini mengurus  penyaluran keuangan atau biaya negara untuk pos-pos seperti:( 1) Gaji pegawai, tentara dan biaya administrasi negara. (2) Biaya pembangunan tanah pertanian, termasuk irigasi dan penggalian beberapa terusan. (3) Biaya untuk penjara dan tawanan perang. (4) Biaya angkatan perang dan perlengakapan tentara. (5) Hadiah-hadiah negara untuk para sastrawan, cendekiawan, ilmuwan dan ulama. (6) Biaya dinas rahasia.
            Gaji tentara dan dinas rahasia termasuk tinggi. Tentara terdiri dari angkatan darat
dan angkatan laut. Kemahiran orang Arab dalam pelayaran dimanfaatkan utnuk membangun angkatan laut yang kuat. Pemerintahan Umayyah memiliki banyak kapal perang yang terhitung paling modern pada zaman itu. Karena kekuatan angkatan lautnya inilah mereka dapat menaklukkan Spanyol yang kemudian disebut Andalusia. istem ketentaraan Uamyyah meniru sistem Persia. Undang-undang wajib militer diterapkan untuk mendpatkan personil militer yang banyak.
             Organisasi Kehakiman Organisasi kehakiman dibagi ke dalam tiga badanPertama, al-Qadha,yaitu qadhi yang bertugas menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan agama. Kedua, al-Hisbah, kepalanya disebut al-muhtasib, bertugas menyelesaikan masalah-masalah perdata dan pidana yang memerlukan waktu cepat. Ketiga, al-nazar fi’l-mazalim. Mahkamah tinggi atau mahkamah banding. 
            Tugas seorang hakim ialah memutuskan perkara menurut ijtihadnya karena pada
waktu itu bekum ada madzab fiqih yang diakui. Sebab itu hakim memiliki kebebasan memutuskan perkara , khususnya dalam mengadili petugas pajak yang menyeleweng. Mahkamah banding dibantu oleh lima orang pejabat dan dua lembaga pengadilan banding. Biasanya keputusan banding dilakukan di masjid. Kelima pejabat mahkamah banding itu masing-masing dibantu oleh: Pengawal yang kuat, hakim atau qadhi yang ahli. Fuqaha (ahli fiqih) yang tugasnya memberi nasehat hukum agama kepada hakim, para sekretaris dan saksi ahli.

Syura dan Tragedi Kerbela                                                                                  
            Syura adalah sistem pemilihan seorang pemimpin melalui musyawarah yang diikuti oleh kelompok-kelompok yang ada dalam komunitas Muslim. Pada masa Ali dan Mu’awiyah berseteru, bentuk syura yang diadakan ialah tahkim, yaitu pemilihan yang dilakukan oleh sebuah dewan hakim yang ditunjuk oleh pihak-pihak yang bersaing. Tradisi syura ini dihapuskan oleh Mu’awiyah ketika menetapkan putranya Yazid menjadi penggantinya di tampuk pemerintahan. Tidak mengherankan apabila golongan Khawarij melancarkan penentangan dengan mencetuskan berbagai pembrontakan. Akibat lain ialah kekecewaan golongan Syiah, yang mengharapkan syura diadakan, sebab mereka yakin bahwa pemimpin mereka Husein ibn Ali merupakan calon kuat pengganti Mu’awiyah. Selain itu mereka menganggap Yazid tidak memiliki kemampuan menjadi pemimpin. Tragedi Kerbela yang menyebabkan gugurnya Husein dalam pertempuran yang tidak adil dan tidak seimbang, telah menyebabkan kian parahnya perpecahan di kalangan kaum Muslimin. Setelah wafatnya Husein, pengikut faham Syiah semakin bertambah dan gerakan mereka pun semakin  kuat.
            Tragedi Kerbela. Husein ibn Ali adalah imam golongan Syiah ketiga. Dia adalah adik kandung Hasan dan cucu Nabi Muhammad s.a.w. yang saleh dan cerdas. Ketika Mua’awiyah wafat dan Yazid ditunjuk sebagai penggantinya, Husein yang berada di Madinah. Yazid memerintahkan gubernur Madinah agar menyerukan seluruh penduduk Madinah memberi ba’at (menyampaikan sumpah setia) kepadanya. Husein dan para pengikutnya menolak memberikan bai’ah kepada Yazid, juga menolak undangan agar dia menghadap Yazid. Sebaliknya bersama karib kerabat dan keluarganya dia pergi ke Mekkah untuk menenangkan diri dan menemui para pendukungnya di Hejaz.
            Kedatangan Husein di Mekkah menggelisahkan Abdullah ibn Zubair, seorang tokoh politik yang licik dan berambisi menjadi penguasa Hejaz. Seperti Husein Abdullah bin Zubair menolak memberikan bai’ah kepada Yazid.  Kedatangan Husein jelas merupakan rintangan baginya untuk memenuhi ambisinya itu, sebab ketokohan Husein lebih menonjol dibandingkan dirinya. Dia mulai mengatur siasat untuk menyingkirkan Husein, yaitu dengan menyarankan agar dia pergi Kufa dan meninggalkan Mekkah. Tidak lama setelah Husein berada di Mekkah ratusan surat berdatangan kepadanya dan memintanya pergi ke Kufa untuk dibai’ah oleh para pendukungnya menjadi imam mereka. Abdullah ibn Zubair menganjurkan Husein pergi ke Kufa memenuhi permintaan para pendukungnya itu. Tetapi tokoh lain, Abdullah bin Abbas, menganjurkan Husein tidak meninggalkan Mekkah dan memberi isyarat bahwa semua itu adalah tipu muslihat belaka untuk menyingkirkan dirinya.
            Tetapi Husein tidak mengacuhkan saran Abdullah ibn Abbas. Dia mengutus dua orang pembantu dekatnya, Muslim ibn `Aqil dan Hani’, pergi ke Kufa. Tugasnya ialah melihat keadaan para pendukungnya di Kufa. Ketika penduduk Kufa mendengar utusan Husein tiba, mereka berkumpul di masjid dan menyatakan dukungan penuhnya kepada Husein. Tetapi tidak lama kemudian tiba-tiba mereka lenyap.
            Ketika itu gubernur Kufa ialah Nu’man ibn Basyir. Yazid ibn Muawiyah sudah lama tidak senang kepada Nu’man, karena menurut laporan bukan orang yang setia kepada Umayyah. Ketika utusan Husein tiba di Kufa, pada saat itulah Nu’man dipecat dari jabatannya sebagai gubernur. Sebagai penggantinya dia mengangkat gubernur Basra, Ubaidillah ibn Ziyad sebagai penggantinya. Sejak saat itu provinsi Kufa dan Basra digabung menjadi satu.
            Setelah pengangkatannya itu segera Ubaidillah pergi ke Kufa membawa pasukan besar untuk mengamankan keadaan. Dia sudah diberitahu bahwa Muslim ibn `Aqil berada di Kufa menghimpun para pendukung Husein. Rencana kedatangan Ubaidillah telah didengar oleh penduduk Kufa. Mereka segera pergi menghilang dan meninggalkan Muslim ibn `Aqil dan Hani’ di istana gubernur Nu’man. Melihat kenyataan ini Ubaidillah tidak membuang kesempatan. Kedua pembantu Husein itu dibunuh di istana Kufa.
            Di Mekkah Husein mulai berpikir untuk menggabungkan diri dengan Muslim ibn `Aqil.  Ketika itulah dia dinasehati oleh Ibn Abbas agar tidak pergi ke Kufa. Tetapi nyatanya dia lebih mendengar saran Abdullah ibn Zubair. Demikian pada akhirnya  Husein berangkat dengan diiringi anggota keluarga, karib kerabat dan para pendukungnya. Di tengah perjalanan dia berjumpa Farazdaq, seorang penyair terkenal, yang bersimpati kepadanya. Penyair ini datang dari Kufa. Husein bertanya tentang keadaan penduduk Kufa ketika dia meninggalkan kota itu. Farazdaq menjawab: ”Hati mereka bersama Anda, tetapi pedang mereka bersama Umayyah. Namun ketentuan ditetapkan dari langit dan Allah bertindak sesuai kehendak-Nya.”
            Malangnya Husein hanya ingat kata-kata terakhir, Maka bersama rombongannya dia meneruskan perjalanan menuju Kufa. Kemudian berjumpa seorang pemimpin suku Arab, Muthi’ al-Adawi, yang mengingatkan bahwa orang-orang Bani Umayyah berencana membunuhnya. Husein disarankan agar tidak meneruskan rencananya ke Kufa. Tetapi Husein tidak mengindahkan saran itu dan meneruskan perjalanan bersama rombongannya. Dalam perjalanan berikutnya dia berjumpa Baqir al-Tsa’labah yang baru kembali dari Kufa. Baqir bercerita bahwa dua pembantu Husein yang diutus menyelidiki keadaan di Kufa, yaitu Muslim ibn `Aqil dan Hani ibn `Urwah, telah dibunuh secara keji oleh pasukan Ubaidillah, gubernur Kufa yang baru. Kedua kaki masing-masing diseret ke tengah pasar.   Al-Tsa’labah meminta Husein mengurungkan niatnya untuk pergi ke Kufa dan memohon agar pulang kembali ke Madinah.
            Namun sayang, orang-orang Bani `Aqil yang menyertai rombongan itu, mendesak Husein melanjutkan perjalanan dengan tujuan membalas kematian pemimpin mereka. Husein lantas berkata, ”Yang ingin kembali ke Madinah, silakan kembali! Yang ingin melanjutkan perjalanan, mari lanjutkan perjalanan! Kami tidak mau memaksa kalian!” Mendengar perkataan itu, sebagian besar anggota rombongan itu membubabarkan diri, terutama mereka yang baru bergabung dengan Husein di tempat yang  dilalui Husein dalam perjalanannya. Yang tetap setia mengikuti Husein hanya sebagian kecil, lebih kurang 100 orang.
            Di  Zu Huzum, sebuah desa kecil tidak jauh dari Kerbela, rombongan Husein ditemui oleh Al-Hurr ibn Yazid beserta pasukannya. Karena saat itu waktu salat tiba. Huur meminta Husein memimpin salat dan menyampaikan pidato seusai salat. Tanpa mempedulikan bahwa yang dihadapi adalah musuh-musuhnya, Husein menyampaikan pidato singkat. Dia menyerukan agar mereka memberontak terhadap Umayyah karena pemerinntahannya zalim dan diskriminatif.
            Setelah turun dari mimbar, pasukan al-Hurr mengepung Husein. Al-Hurr sendiri berdiri dengan pedang terhunus di depan Husein.  Dia meminta Husein tidak pergi ke Kufa menemui para pengikutnya. Husein setuju dan memutuskan untuk pergi ke Kerbela. Ketika Husein sedang dalam  perjalanan ke Kerbela, al-Hurr mengirim surat kepada Ubaidillah. Di Kerbela, Husein dan pengikutnya diserang oleh ribuan tentara Ubaidillah. Pertempuran segera meletus. Tetapi karena pasukan musuh juah lebih besar dan kuat, akhirnya pengikut Husein kalah. Tidak ada seorang pun yang selamat, semuanya tewas. Husein sendiri tewas secara mengenaskan. Usianya ketika itu 55 tahun. Dia ditikam dengan tombak, kepalanya dipotong dan tubuhnya diinjak-injak atas perintah panglima Ibn Ziyad, orang kepercayaan Ubaidillah. Seperti dalam keadaan mabok dia menyanyikan sebuah syair ketika tubuh Husein telak remuk dan terpisah dari kepalanya. Syair yang dinyanyikan ialah sebagai berikut:


                                    Untamu sarat dengan emas dan perak
                                    Raja yang dijaga ketat telah kubunuh
                                    Telah kubunuh orang terbaik di kalangannya
                                    Orang yang ibu dan ayahnya tergolong bangsawan

            Kepala Husein kemudian dibawa kepada Yazid di Damaskus. Ikut dalam rombongan itu tujuh sanak saudara Husein yang selamat. Isak tangis, ratapan dan raungan bergema di istana Damaskus ketika mereka menyaksikan potongan kepala Husein yang dibawa oleh pasukan tentara Ubaidillah dari Kufa. Yazid dan keluarga Bani Umayyah sangat menyesalkan peristiwa itu. Sejak itu gerakan orang-orang Syiah semakin keras, semakin gigih dan tersebar luas. Hari kematian Husein diperingati setiap tahun dengan upacara besar-besaran dan ini menumbuhkan semangat teersendiri di kalangan pengikut Syiah.
            Kematian Husein di Kerbela mengguncangkan Bani Hasyim. Karena trauma dengan kejadian itu, mereka untuk sementara waktu berusaha menenangkan diri dengan tidak melakukan berbagai gerakan.
Tetapi Abdullah ibn Zubair berbeda. Dia menyambut gembira kematian Husein itu. Kini kesempatan untuk menjadi khalifah telah terbuka baginya, sebab saingan utamanya telah tiada. Dengan memanfaatkan kematian Husein oleh pasukan Umayyah, dia bisa menghasut penduduk Hejaz bersatu menentang Umayyah. Demikianlah kemudian dia memproklamirkan diri sebagai Khalifah dan memaklumkan pembrontakan terhadap Umayhah. Dia mendapat banyak pengikut dalam waktu cepat dan gerakannya segera tersebar luas ke penjuru jazirah Arab. Ahli sejarah al-Thabari meriwayatkan bahwa dalam sebuah kesempatan Abdullah ibn Zubair menyampaikan pidato. Dalam pidatonya dia memuji-muji Husein dan mengecam kezaliman Umayyah. Dengan cara demikianlah Abdullah ibn Zubair menghimpun dukungan. Pembrontakan dan gerakan ibn Zubair baru dapat dihentikan pada masa pemerintahan Abdul Malik. Ibn Zubair sendiri terbunuh pada tahun 73 H atau 692 M.
            Dua tahun setelah Husein wafat, Yazid pun meninggal dunia. Keadaan di negeri Syams menjadi goncang. Pemerintahan Umayyah bukan saja menghadapi pemberontakan Bani Zubair, tetapi juga dari kaum Khawarij dan Syiah. Yang paling genting ialah pergolakan yang terjadi di Kufa. Pergolakan berkelanjutan sehingga akhirnya pemerintahan Daulah Umayyah runtuh dan tunduk kepada Abbasiyah pada tahun 749, dengan meninggalkan negeri yang tercabik-cabik dan umat yang terpecah belah. (BERSAMBUNG)

LINTASAN SEJARAH ISLAM


LINTASAN SEJARAH ISLAM

PEMERINTAHAN DAULAH UMAYYAH
(41—132 H/ 661-749 M)

            Nama Umayyah atau Umawiyah untuk dinasti ini diambil dari Umaiyah ibn `Abdi Syams ibn `Abdi Manaf. Dia adalah salah seorang pemimpin suku Quraisy terkemuka. Umaiyah bersaing ketat dengan pamannya Hasyim ibn Abdi Manaf dalam merebut kepemimpinan masyarakat Quraisy. Setelah agama Islam muncul di tanah Arab hubungan antara Bani Umawiyah dan Bani Hasyim semakin retak dan berubah menjadi permusuhan.
             Keluarga Umawiyah baru masuk Islam setelah Nabi Muhammad s.a.w. dan ribuan kaum Muslimin berhasil merebut kembali Mekkah dan berhasil pula mengislamkan seluruh penduduk kota Mekkah, termasuk keluarga Umaiyah serta para pengikutnya. Sebelum masuk Islam keluarga Umaiwiyah merupakan musuh Islam paling gigih dan sengit, terutama di bawah pimpinan Abu Sufyan. Pendiri Dinasti Umawiyah sendiri adalah Muawiyah, putra Abu Sufyan.
             Silsilah berikut ini dapat menjelaskan hubungan keluarga Bani Umawiyah dan Bani Hasyim:


                                                          Abu Manaf
                                           _________________1___________
                                           !                                                         !     
                                  Abdu Syam                                          Hasyim
                        ________!_________                                           !    
                        !                                 !                                           !
                    Umaiyah                  Rabi`ah                          Abdul Muthalib
            ______!_____               ____!_____                      ______!_______________
            !                      !             !                   !                   !                     !                     !
       Abu Ash           Harb        Syaibah    `Utbah          Abdullah    Abu Thalib     al-Abbas
     ___!_____              !            !                    !                   !                    !                     !
    !                 !             !            !                    !                   !                    !                     !
Al-Hakam   `Affan      !      Abu Sufyan +  Hindun   MUHAMMAD    `ALI               !
    !                  !                                        ¡                                                /                      !
Marwan        Usman                                !         ‘                         ______/                       !
                                                                 !                                 /                                   !
                                                      MUAWIYAH                     /                     ABBASIYAH
                                                                                        SYIAH ALI



            Dalam sejarah memang sering terjadi hal yang sebaliknya. Dulunya orang-orang Umawiyah merupakan para penentang Islam yang paling keras, namun setelah masuk Islam mereka menjadi salah satu pembela Islam yang paling keras pula. Tambahan pula pengalaman mereka dalam bidang ketentaraan sangat mendukung. Dalam berbagai medan pertempuran Umawiyah selalu tampil ke depan sebagai pasukan yang dapat meraih kemenangan dengan mudah. Hasrat Umawiyah untuk menjadi penguasa kekhalifatan Islam telah muncul pada masa khalifah Abu Bakar Sidiq dan Umar bin Khatab, dan semakin kuat dengan terpilihnya Usman bin Affan menjadi khalifah Rasyidin yang ketiga. Bahkan dapat dikatakan bahwa terpilihnya Usman adalah berkat dukungan kuat Bani Umawiyah dari mana Usman berasal. Berkat dukungan itulah Usman dapat menyingkirkan saingan utamanya, yaitu Ali bin Abi Thalib. 
            Tidaklah mengherankan apabila Umawiyah segera meletakkan dasar-dasar kekhalifatan Umawiyah manakala Usman telah terpilih menjadi khalifah. Mereka mempersiapkan diri menyusun tentara yang kuat dan menjadikan Syam atau Syria sebagai pusat gerakan mereka.
             Muawiyah berusia 23 tahun ketika masuk Islam. Kariernya dalam politik dimulai ketika Rasulullah menghendaki agar orang-orang Mekkah yang baru masuk Islam, khususnya para pemimpinnya, mempunyai tali hubungan yangdekat satu sama lain. Terlebih lagi dengan mereka yang telah lebih dahulu memeluk agama Islam. Dengan demikian perhatian mereka terhadap Islam tetap besar dan dapat mengembangkan ukhuwah untuk bersama-sama memperjuangkan tegaknya syiar Islam. Pemuda Muawiyah bin Abu Sufyan dianggat oleh Nabi menjadi salah seorang anggota penulis wahyu. Sementara itu dia terus berlatih dalam bidang kemiliteran.  Peluang menjadi panglima tentara terbuka baginya pada masa khalifah Abu Bakar Sidiq. Ketika itu saudaranya Yazid terpilih menjadi panglima salah satu dari empat divisi yang diperintahkan merebut Syams dan Yordania. Manakala Yazid memerlukan bala bantuan tentara dari Mekkah, Muawiyah dipilih menjadi panglima pasukan tentara Muslimin yang dikirim untuk membantu pasukan Yazid.
            Ternyata kepiawaian Muawiyah terbukti di medan perang. Tentaranya berhasil menaklukkan kota-kota pantai Syams yang strategis seperti Sidon, Beirut dan lain-lain.  Karier Muawiyah naik pada masa khalifah Umar bin Khatab.  Sementara Yazid diangkat jadi gubernur Damaskus, Muawiyah diangkat menjadi gubernur Yordania. Tak lama kemudian Yazid meninggal dunia diserang penyakit ta`un. Lantas Usman terpilih menjadi khalifah ketiga. Pada masa Usman inilah wilayah damaskus dan Yordania disatukan menjadi provinsi dan Muawiyah diangkat menjadi gubernur.
            Ketika Usman terbunuh dan Ali bin Abi Thalib terpilih menjadi khalifah, Muawiyah menentang pemilihan itu karena berbagai sebab. Mu`awiyah mencurigai terbunuhnya Usman disebabkan kelalaian Ali. Melalui tahkim, setelah serentetan pepeperangan yang sengit antara pengikutnya dengan pengikut Ali, pada akhirnya dia terpilih menjadi khalifah. Sejak tahun 661 M, resmilah Bani Umaiyah di bawah kepemimpinan Mu’awiyah sebagai khalifah pertama.
            Bani Umawiyah menetapkan Damaskus sebagai ibukota kekhalifatan dan memegang tampuk pemerintahan selama 89 tahun. Agak banyak kemajuan dicapai di bidang agama, ilmu pengetahuan dan kebudayaan selama Umawiyah sepanjang masa pemerintahan. Umawiyah juga berhasil memperluas wilayah kekhalifatan Islam dengan dukungan kekuatan militer yang tangguh. Walaupun demikian sepanjang pemerintahannya pemberontakan demi pemberontakan terjadi secara beruntun dan menguras tenaga. Selama 89 memegang tampuk pemerintahan itu keluarga Umawiyah bergelimang kemewahan.

                                                  Silsilah Daulah Umayyah


                                                            UMAYYAH
                                                                      !
                                        _______________!___________
                                        !                                                    !
                                    Harb                                             Abul Ash
                                        !                                                    !
                                        !                                         _____ !_________          
                                        !                                         !                             !
                                Abu Sufyan                           `Affan               al-Hakam
                                        !                                         !                             !
                                        !                                         !                             !
                             1.   Muawiyah                           Usman             4. Marwan
                                   (41-60 H)                                !                      (64-65 H)
                                        !                                                                       !
                                        !                                                                       !
                 2.  Yazid  (660-64 H)                                                 !
                                        !                         _______________________!__________
                                        !                         !                            !                                    !
                      3.   Muawiyah II          Abdul Aziz      5. Abdul Malik                Muhammad
                                  (64 H)                     /                         (65-86 H)                          !
                                                                 /                              !                                    !
                                                                /                               !                                    !
                                                       8.  Umar                           !                                    !                                   
                                                          (99-101 H)                    !                                    !              
                                                                                                !                                    !
                                                                                                !                                    !
                                 _______________________________ !_____                          !
                                !                      !                         !                        !                         !
                     6. Al-Walid       7. Sulaiman       9. Yazid II        10. Hisyam                !
                         (86-96 H)          (96-99 H)         (101-105 H)        (105-125 H)         !
                            __!___________                          !                                                   !                                                 
                            !                          !                         !                                                   !
                     12. Yazid III       13.  Ibrahim      11.   Al-Walid II                      14. Marwan
                            (126 H)                (126 H)                      (125-126 H)             (127-132 H)


            Catatan: Yang dinilai paling baik dalam menjalankan pemerintahan ialah khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Dia lebih mengutamakan pembangunan ekonomi dan kesejhateraan sosial di atas kegiatan militer. Dia juga sempat memajukan perkembangan ilmu dan agama. Sayang, hanya tiga tahun dia memegang tampuk pemerintahan.

Beberapa Peristiwa Penting
              Penguasa-penguasa Bani Umayyah pada umumnya tidak memerintah dalam waktu yang lama, kecuali Muawiyah sang pendiri dinasti ini yang memerintah selama 19 tahun dan khalifah Abdul Malik yang memerintah pada tahun 65-85 H. Banyaknya pemberontakan dan perang penaklukan wilayah mendorong pemerintahan Umaiyah mengutamakan kekuatan militer. Di sini dapat disebut beberapa peristiwa penting:
             Pertama. Sejak awal aliran-aliran politik dan keagamaan bertambah subur. Aliran-aliran ini tidak henti-hentinya mencetuskan pemberontakan sebagai tanda penentangan terhadap Umayyah. Aliran-aliran politik yang kuat ialah: Golongan Syiah (Aliyun), Khawarij dan Murjiah. Pada masa akhir pemerintahan Bani Umayy kekuatan baru muncul yaitu Abbasiyah. Kelak golongan Abbasiyah ini yan berhasil merebut kekuasaan dari tangan Bani Umayyah.
             Kedua. Muawiyah menghapuskan dasar-dasar syura, pemilihan khalifah secara demokratis, pada saat menunjuk putranya Yazid sebagai penggantinya.
             Ketiga. Pada masa pemerintahan Yazid (660-664 H) terjadi peristiwa yang membawa peerpecahan besar dalam tubuh umat Islam, yaitu terbunuhnya Husein ibn Ali di padang Kerbela dalam pertempuran tidak seimbang melawan pasukan Umayyah di propinsi Kufa-Basra pada tahun 660 H. Sejak peristiwa ini golongan Syiah kian membedakan diri dari komunitas Islam selebihnya dengan memberi dimensi keagamaan bagi gerakannya.
             Keempat. Dalam menata pemerintahannya Umaiyah meniru sistem Byzantium, yaitu memisahkan kekuasaan agama dan kekuasaan politik. Seperti pemerintahan Byzantium, pemerintahan juga dijalankan secara sentralistik dengan mengandalkan pada kekuatan militer dan diplomasi.
             Kelima. Semenjak Mu’awiyah memegang tampuk pemerintahan terjadi diskriminasi dan peminggiran terhadap orang-orang Islam non-Arab, khususnya Persia. Ini menimbulkan kebencian mendalam terhadap Umayyah dan semakin memancing munculnya banyak gerakan oposisi.
             Keenam. Bani Umayyah memiliki semangat kesukuan yang tinggi dan mengunggulkan superiotas Arab di lapangan politik, keagamaan dan budaya. Sebagai tandingannya muncul gerakaan Syu’ubiyah, gerakan kebangkitan Persia yang menganggap bahwa kebudayaan Persia lebih unggul dari kebudayaan Arab. Gerakan Syu’ubiyah menjadi dominan ketika pemerintahan berpindah dari Banmi Umayyah ke tangan Bani Abbasiyah.
             Ketujuh Falsafah dan ilmu pengetahuan mulai berkembang dengan diperkenalkannya falsafah Yunani oleh sarjana-sarjana Kristen Nestoria dan Monofisit yang dilindungi oleh Umayyah. Kesusastraan juga mulai berkembang pesat dan muncul penyair-penyair terkenal seperti Farazdaq dan lain-lain.
             Kedelapan. Penguasa Bani Umayyah mendirikan banyak bangunan seperti masjid dan istana megah. Bangunan-bangunan tersebut dipengaruhi oleh arsitektur Byzantium.
             Kesembilan. Kitab suci al-Qur’an mushaf Usman diterbitkan sebanyak-banyaknya dan disebar ke seluruh negeri Islam. Bahasa Arab dijadikan bahasa resmi dan melalui bahasa Arab proses Islamisasi dan Arabisasi dijalankan ke seluruh bagian dunia Islam yang wilayahnya begitu luas.

Usman dan Aristokrasi Arab
            Timbulnya banyak pemberontakan dan pembangkangan pada zaman Umayyah memiliki latar belakang panjang. Ahli sejarah banyak mengaitkannya dengan kejadian-kejadian sebelum dan sesudah Usman bin Affan dipilih menjadi khalifah al-rasyidin ketiga menggantikn Umar bin Khattab. Menurut para sejarawan, erpilihnya Usman bin Affan sebagai khalifah pada tahun 644 M ternyata menimbulkan masalah dan menabur benih perpecahan di kalangan umat Islam. Terutama sekali oleh karena Usman  mengalahkan saingan ketatnya Ali bin Abi Thalib yang dipandang oleh para pendukungnya dianggap lebih layak memegang jabatan khalifah, dan mampu melanjutkan kebijakan khalifah sebelumnya Umar bin Khatab.
           Pertama. Sebagaimana diketahui Usman bin Affan berasal dari garis keturunan keluarga Umayyah. Walaupun Usman telah masuk Islam sejak awal penyiaran agama Islam dan sahabat Nabi yang saleh, namun keluarga Umayyah merupakan penentang Islam yang gigih dan sebagian dari mereka baru masuk Islam setelah penaklukan Mekkah oleh kaum Muslimin pada tahun 630 M,  Dalam Perang Badar (624) dan Perang Uhud (625) keluarga Umayyah berperang di pihak musuh. Setelah Usman terpilih sebagai khalifah, maka dia mengangkat pejabat-pejabat penting dari kalangan keluarganya sendiri. Ini membuka peluang KKN.
          Kedua. Berbeda dengan dengan Umar bin Khattab yang menjalankan pemerintahan dengan penuh disiplin, Usman sangat fleksibel dan lunak. Ia tidak pernah mengambil tindakan tegas terhadap penyelewengan yang dilakukan para pejabat yang berasal dari keluarga Umayyah. Sebagai salah satu akibatnya ialah berubahnya negeri Hejaz yang semula merupakan pusat keagamaan, menjadi pusat kegiatan hiburan dan bersenang-senang. Para pejabat mulai terbiasa melanggar aturan agama dan tenggelam dalam kemewahan dan kesenangan.
             Ketiga Usman memerintah cukup lama. Ini memberi kesempatan luas bagi keluarga  Umayyah untuk memupuk kekuatan dan membangun aristokrasi keluarga yang kuat.Keadaan yang demikian menimbulkan kekecewaan dan rasa tak puas kalangan luas. Beberapa kelompok dan tokoh Islam melakukan penentangan terhadap kebijakan Usman. Mula-mula secara tersembunyi, kemudian berangsur-angsur secara terang-terangan. Di antara pemimpin Islam yang gigih menentang kebijakan Usman ialah Ali bin Abi Thalib, Zubayr dan Talhah. Kebencian terhadap Umayyah kian bertambah setelah orang-orang Umayyah memperlihatkan superioritas berlebihan dan sombong.
            Pasa tahun 656 M Usman bin Affan terbunuh. Ketika peristiwa itu terjadi Zubayr dan Talhah, atas jaminan Ali bin Abi Thalib, meninggalkan Madinah dan berada di Mekkah. Oleh karena hanya Ali bin Abi Thalib yang ada di Madinah, peristiwa itu melahirkan berbagai spekulasi dan fitnah di kalangan orang Islam, dilanjutkan dengan timbulnya suasana permusuhan. Ali dan pengikutnya dianggap bertanggung jawab atas terbunuhnya Usman yang terjadi secara misterius.
            Karena tidak ada calon lain yang dianggap pantas maka Ali bin Thalib dipilih sebagai khalifah ke-4. Pengangkatan itu dilakukan melalui dewan syura sebagai tradisi yang berlaku sebelumnya. Permasalahan segera muncul setelah Ali bin Thalib melaksanakan kebijakan yang bertentangan dari kebijakan yang ditempuh Usman bin Affan. Ali mengulang cara-cara yang keras dan berdisiplin yang ditempuh Umar bin Khattab dalam menjalankan berbagai kebijakan. Kelompok yang paling terpukul ialah keturunan Bani Hasyim dari garis keluarga Umayyah yang mempunyai pertalian darah langsung dengan Usman bin Affan. Kelompok ini dipimpin oleh Mu`awiyah, gubernur Damaskus yang telah lama menduduki jabatan tinggi. Orang-orang Muawi`yah telah lama merasakan kesenangan dan menikmati kemewahan semasa pemerintahan Usman. Kecurigaan bahwa yang membunuh Usman ialah pengikut Ali semakin mengobarkan semangat penentangan terhadap Ali. Kecurigaan semakin bertambah setelah Ali memindahkan ibukota kekhalifatan Islam dari Madinah ke Kufa, sebuah kota di Iraq di mana jumlah pengikut Ali sangat besar dibandingkan Madinah.
            Kebijakan yang dilakukan Ali bin Abi Thalib pada masa awal pemerintahannnya antara lain ialah: (1) Pemecatan kepala aerah yang diangkat Usman dan terlibat KKN serta banyak penyewengan lain. (2) Mengambil kembali tanah-tanah yang dibagi-bagikan oleh Usman kepada sanak keluarganya dengan cara tidak sah. Begitu pula hibah harta yang pernah diterima oleh para pejabat yang kebanyakan berasal dari keluarga Umayyah, diambil kembali oleh Ali.
           Tuntutan membalas kematian Usman semakin keras diserukan oleh para pengikut      Mua’wiyah. Tak lama setelah Ali memegang tampuk pemerintahan, pecahlah Perang Jamal (Perang Onta) dipimpin oleh Zubayr, Talha dan Aisya. Perang ini menimbulkan korban besar dan berlangsung lama. Tidak ada yang kalah dan menang dalam perang ini. Setatahun kemudian pada tahun 657 pecahlah Perang Shiffin. Dalam perang ini berhadap-hadapan tentara Ali dan Mu`awiyah. Secara militer kekuatan Ali dan pasukannya mengungguli kekuatan tentara Mu`awiyah. Setelah beberapa peperangan berlangsung Mu`awiyah sadar bahwa kemenangan mulai berpihak kepada Ali dan pasukannya. Untuk menghindari kekalahan itu Mu`awiyah menawarkan perdamaian dengan mengangkat kitab suci al-Qur`an. Tetapi Ali tetap ingin meneruskan perjuangan, hanya saja para pengikutnya tidak sanggup lagi melanjutkan perjuangan.
            Demikianlah genjatan senjata diberlakukan dan kedua golongan yang bertikai itu sepakat untuk mengadakan tahkim, semacam perundingan damai. Masing-masing memilih seorang hakim lantas berkumpul dan berunding, membahas sebab-sebab perselisihan sehingga diperoleh jalan mencapai penyelesaian. Perundingan akhirnya mencapai kesepakatan untuk memberhentikan Ali bin Abi Thalib dan Mu`awiyah sebagai khalifah. Setelah itu musyawarah diadakan untuk memilih khalifah baru. Mu`awiyah ternyata memperoleh suara lebih besar dan terpilih menjadi khalifah.
            Peristiwa menimbulkan kekecewaan di antara pendukung Ali, khususnya golongan yang kelak menyebut dirinya Khawarij. Sebagai ungkapan kekecewaannya  kemudian Khawarij menentang kepemimpinan Ali, di samping tetap menentang kepemimpinan Mu`awiyah.  Mulailah mereka memberontak dan meninggalkan Ali. Alasannya Ali menerima tahkim, sedangkan Mu`awiyah dianggap telah melakukan muslihat yang berbahaya. Demikianlah sejak saat itu pendukung Ali terpecah belah dan kekuatannya semakin lemah.
            Namun Ali masih tetap ingin merebut jabatan khalifah yang lepas dari tangannya. Pada tahun 660 M ketika dia sedang bersiap mengirim pasukan untuk menyerang Mu`awiyah, muncullah komplotan Khawarij yang berniat menghabisi nyawa Ali, Mu`awiyah dan `Amr ibn `Ash (hakim yang berhasil menghasut kaum Muslimin agar mengangkat Mu`awiyah pada tahkim tahun 657 M).  Komplotan ini terdiri dari tiga orang: Abdul Rahman ibnu Muljam, bertugas membunuh Ali; berikutnya ialah Barak ibn Abdillah al-Tamimi, ditugaskan pergi ke Damaskus membunuh Mu`awiyah; dan terakhir `Amr ibn Bakr al-Tamimi ditugaskan ke Mesir membunuh `Amr ibn `Ash. Dari ketiga orang Khawarij ini hanya Abdul Rahman ibn Muldam yang berhasil membunuh lawan politiknya, yaitu Ali bin Abi Thalib.
            Dengan wafatnya Ali, yang terbunuh di masjid Kufa pada tahun 660, Mu`awiyah muncul sebagai khalifah. Dia dibaiat dan mendapat dukungan luas. Maka pada tahun 661 M Mu`awiyah dinobatkan menjadi khalifah. Damaskus dipilih menjadi ibukota kekhalifatan Islam yang baru. Sejak awal hingga akhir pemerintahannya, pemberontakan demi pemberontakan meletus susul menyusul. Pembrontakan itu silih berganti datang dari pengikut Ali, Khawarij dan aliran-aliran politik serta keagamaan yang lain.

(BERSAMBUNG)