Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama merupakan rangkaian panjang dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sebelum Resolusi Jihad, telah muncul Fatwa Jihad, setelahnya, muncul pertempuran 10 November yang kemudian ditetapkan menjadi hari Pahlawan. Berikut rangkaian sejarah perjuangan kaum santri dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, yang kemudian menjadi dasar lahirnya Hari Santri Nasional 22 Oktober. 17 Agustus 1945 Siaran berita Proklamasi Kemerdekaan sampai ke Surabaya dan kota-kota lain di Jawa, membawa situasi revolusioner. Tanpa komando, rakyat berinisiatif mengambil-alih berbagai kantor dan instalasi dari penguasaan Jepang. 31 Agustus 1945 Belanda mengajukan permintaan kepada pimpinan Surabaya untuk mengibarkan bendera Tri-Warna untuk merayakan hari kelahiran Ratu Belanda, Wilhelmina Armgard. 17 September 1945 Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan sebuah Fatwa Jihad yang berisikan ijtihad bahwa perjuangan membela tanah air sebagai suatu jihad fi sabilillah. Fatwa ini merupakan bentuk penjelasan atas pertanyaan Presiden Soekarno yang memohon fatwa hukum mempertahankan kemerdekaan bagi umat Islam. 19 September 1945 Terjadi insiden tembak menembak di Hotel Oranje antara pasukan Belanda dan para pejuang Hizbullah Surabaya. Seorang kader Pemuda Ansor bernama Cak Asy’ari menaiki tiang bendera dan merobek warna biru, sehingga hanya tertinggal Merah Putih. 23-24 September 1945 Terjadi perebutan dan pengambilalihan senjata dari markas dan gudang-gudang senjata Jepang oleh laskar-laskar rakyat, termasuk Hizbullah. 25 September 1945 Bersamaan dengan situasi Surabaya yang makin mencekam, Laskar Hizbullah Surabaya dipimpin KH Abdunnafik melakukan konsolidasi dan menyusun struktur organisasi. Dibentuk cabang-cabang Hizbullah Surabaya dengan anggota antara lain dari unsur Pemuda Ansor dan Hizbul Wathan.Diputuskan pimpinan Hizbullah Surabaya Tengah (Hussaini Tiway dan Moh. Muhajir), Surabaya Barat (Damiri Ichsan dan A. Hamid Has), Surabaya Selatan (Mas Ahmad, Syafi’i, dan Abid Shaleh), Surabaya Timur (Mustakim Zain, Abdul Manan, dan Achyat). 5 Oktober 1945 Pemerintah pusat membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Para pejuang eks PETA, eks KNIL, Heiho, Kaigun, Hizbullah, Barisan Pelopor, dan para pemuda lainnya diminta mendaftar sebagai anggota TKR melalui kantor-kantor BKR setempat. 15-20 Oktober 1945 Meletus pertempuran lima hari di Semarang antara sisa pasukan Jepang yang belum menyerah dengan para pejuang. 21-22 Oktober 1945 PBNU menggelar rapat konsul NU se-Jawa dan Madura. Rapat digelar di Kantor Hofdsbestuur Nahdlatul Ulama di Jalan Bubutan VI No 2 Surabaya. Di tempat inilah setelah membahas situasi perjuangan dan membicarakan upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Di akhir pertemuan pada tanggal 22 Oktober 1945 PBNU akhirnya mengeluarkan sebuah Resolusi Jihad sekaligus menguatkan fatwa jihad Rais Akbar NU Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari. 25 Oktober 1945 Sekitar 6.000 pasukan Inggris yang tergabung dalam Brigade ke-49 Divisi ke-26 India mendarat di Surabaya. Pasukan ini dipimpin Brigjend AWS. Mallaby. Pasukan ini diboncengi NICA (Netherlands-Indies Civil Administration). 26 Oktober 1945 Terjadi perundingan lanjutan mengenai genjatan senjata antara pihak Surabaya dan pasukan Sekutu. Hadir dalam perundingan itu dari pihak Sekutu Brigjend Mallaby dan jajarannya, dari pihak Surabaya diwakili Sudirman, Dul Arnowo, Radjamin Nasution (Walikota Surabaya) dan Muhammad. 27 Oktober 1945 Mayjen DC.Hawtorn bertindak sebagai Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) untuk Jawa, Madura, Bali dan Lombok menyebarkan pamflet melalui udara menegaskan kekuasaan Inggris di Surabaya, dan pelarangan memegang senjata selain bagi mereka yang menjadi pasukan Inggris. Jika ada yang memegangnya, dalam pamflet tersebut disebutkan bahwa Inggris memiliki alasan untuk menembaknya. Laskar Hizbullah dan para pejuang Surabaya marah dan langsung bersatu menyerang Inggris. Pasukan Inggris pun balik menyerang, dan terjadi pertempuran di Penjara Kalisosok yang ketika itu berada dalam penjagaaan pejuang Surabaya. 28 Oktober 1945 Laskar Hizbullah dan Pejuang Surabaya lainnya berbekal senjata rampasan dari Jepang, bambu runcing, dan clurit, melakukan serangan frontal terhadap pos-pos dan markas Pasukan Inggris. Inggris kewalahan menghadapi gelombang kemarahan pasukan rakyat dan massa yang semakin menjadi-jadi. 29 Oktober 1945 Terjadi baku tembak terbuka dan peperangan massal di sudut-sudut Kota Surabaya. Pasukan Laskar Hizbullah Surabaya Selatan mengepung pasukan Inggris yang ada di gedung HBS, BPM, Stasiun Kereta Api SS, dan Kantor Kawedanan. Kesatuan Hizbullah dari Sepanjang bersama TKR dan Pemuda Rakyat Indonesia (PRI) menggempur pasukan Inggris yang ada di Stasiun Kereta Api Trem OJS Joyoboyo. 29 Oktober 1945 Perwira Inggris Kolonel Cruickshank menyatakan pihaknya telah terkepung. Mayjen Hawtorn dari Brigade ke-49 menelpon dan meminta Presiden Soekarno agar menggunakan pengaruhnya untuk menghentikan pertempuran. Hari itu juga, dengan sebuah perjanjian, Presiden Soekarno didampingi Wapres Mohammad Hatta terbang ke Surabaya dan langsung turun ke jalan-jalan meredakan situasi perang. 30 Oktober 1945 Genjatan senjata dicapai kedua pihak, Laskar arek-arek Surabaya dan pasukan Sekutu-Inggris. Disepakati diadakan pertukaran tawanan, pasukan Inggris mundur ke Pelabuhan Tanjung Perak dan Darmo (kamp Interniran), dan mengakui eksistensi Republik Indonesia. 30 Oktober 1945 Sore hari usai kesepakatan genjatan senjata, rombongan Biro Kontak Inggris menuju ke Gedung Internatio yang terletak disaping Jembatan Merah. Namun sekelompok pemuda Surabaya menolak penempatan pasukan Inggris di gedung tersebut. Mereka meminta pasukan Inggris kembali ke Tanjung Perak sesuai kesepakatan genjatan senjata. Hingga akhirnya terjadi ketegangan yang menyulut baku tembak. Di tempat ini secara mengejutkan Brigjen Mallaby tertembak dan mobilnya terbakar. 31 Oktober 1945 Panglima AFNEI Letjen Philip Christison mengeluarkan ancaman dan ultimatum jika para pelaku serangan yang menewaskan Brigjen Mallaby tidak menyerahkan diri maka pihaknya akan mengerahkan seluruh kekuatan militer darat, udara, dan laut untuk membumihanguskan Surabaya. 7-8 November 1945 Kongres Umat Islam di Yogyakarta mengukuhkan Resolusi Jihad Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari sebagai kebulatan sikap merespon makin gentingnya keadaan pasca ultimatum AFNEI. 9 November 1945 Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari sebagai komando tertinggi Laskar Hizbullah menginstruksikan Laskar Hizbullah dari berbagai penjuru memasuki Surabaya untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan dengan satu sikap akhir, menolak menyerah. KH Abbas Buntet Cirebon diperintahkan memimpin langsung komando pertempuran. Para komandan resimen yang turut membantu Kiai Abbas antara lain Kiai Wahab (KH. Abd. Wahab Hasbullah), Bung Tomo (Sutomo), Cak Roeslan (Roeslan Abdulgani), Cak Mansur (KH. Mas Mansur), dan Cak Arnowo (Doel Arnowo).Bung Tomo melalui pidatonya yang disiarkan radio membakar semangat para pejuang dengan pekik takbirnya untuk bersiap syahid di jalan Allah SWT. 10 November 1945 Pertempuran kembali meluas menyambut berakhirnya ultimatum AFNEI. Inggris mengerahkan 24.000 pasukan dari Divisi ke-5 dengan persenjataan meliputi 21 tank Sherman dan 24 pesawat tempur dari Jakarta untuk mendukung pasukan mereka di Surabaya. Perang besar pun pecah. Ribuan pejuang syahid. Pasukan Kiai Abbas berhasil memaksa pasukan Inggris kocar-kacir dan berhasil menembak jatuh tiga pesawat tempur RAF Inggris.
Senin, 21 Oktober 2019
Rabu, 11 September 2019
MUARA SUNGAI PEMALI BREBES
DINAMIKA GARIS PANTAI MUARA SUNGAI PEMALI DAN SEKITAR
- Oleh: Muamar Anis
Wilayah pantai utara Pulau Jawa, atau biasa dikenal dengan nama Pantura (Pantai Utara), merupakan kawasan di bagian utara pulau jawa, yang berhadapan langsung dengan Laut Jawa. Salah satu penciri kawasan pesisir, menurut Pallewata (2010), kawasan tersebut sangat dinamis karena merupakan pertemuan antara komponen hidrosfer, litosfer, dan biosfer. Proses yang terjadi di kawasan tersebut sangat kompleks, baik secara alami maupun campur tangan manusia. Kabupaten Brebes termasuk dalam salah satu kabupaten paling barat di Jawa Tengah yang berlokasi di kawasan pesisir utara. Kabupaten Brebes dilalui oleh sungai Pemali, yang mengalir dari selatan (hulu Tuk Sirah) menuju ke utara, yaitu laut Jawa. Karakteristik Laut Jawa yang memiliki gelombang atau arus lautnya cenderung tidak terlalu besar disertai dengan bermuaranya material sedimen yang terbawa oleh aliran sungai Pemali menyebabkan terbentuknya delta. Delta terjadi akibat proses fluvial dari sungai dan proses marine dari laut (Marfai, 2016).
Delta secara umum diartikan sebagai daratan pada muara sungai yang terbentuk oleh endapan sedimen yang terbawa sungai menuju laut. Coleman dan Wells (1987) menyebutkan bahwa delta dapat terbentuk apabila memenuhi syarat, antara lain: ada sungai yang menuju ke laut; lautnya dangkal; gelombang atau arus laut kecil; tidak ada gerakan tektonik yang menyebabkan penurunan dasar laut di tempat muara sungai tersebut; arus pasang surut tidak kuat; material yang diendapkan di laut, besar dan konstan dari waktu ke waktu. Delta menjadi salah satu bentukan alam yang menunjukkan kedinamisan daerah pesisir. Bentuk delta dapat berubah karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya debit sungai, material sedimen yang dibawa oleh sungai, arus laut, dan erosi.
Pesisir Brebes tidak terkecuali juga sangat dinamis, dimana penggunaan lahan menjadi sangat kompleks terkait dengan dinamika perubahan pesisir. Pada awal tahun 1980-an, masyarakat pesisir Brebes memanfaatkan lahannya untuk budidaya perikanan, yakni tambak udang windu. Hampir di sepanjang pesisir Brebes, lahannya digunakan untuk kolam tambak udang. Pada Gambar 1., disajikan foto udara wilayah pesisir Brebes pada tahun 1984. Dinamika garis pantai yang terjadi di Brebes berupa akresi (penambahan daratan) dan erosi (pengikisan daratan).
Gambar 1. Foto Udara Pesisir Brebes tahun 1984
AKRESI
Terjadinya proses akresi di pesisir Brebes berupa terbentuknya delta di muara Sungai Pemali dan anak sungainya. Berdasarkan pengamatan melalui foto udara mulai dari tahun 1980 hingga 2017 (Gambar 2), delta Pemali mengalami perkembangan, khususnya ke arah utara dan timur laut. Dimulai dari terbentuknya endapan sedimen pada muara Sungai Polang memanjang ke utara, kemudian pada kurun waktu tahun 2005-2010 muara Sungai Pemali terbentuk juga endapan sedimen memanjang ke arah timur laut. Luasan daratan hasil endapan sedimen di bagian kedua sisi sungai di muara semakin melebar karena suplai sedimen dari Sungai Pemali serta adanya tanaaman mangrove yang menahan material tertransport tersebut. Berdasarkan dari bentuk endapannya, Delta Pemali termasuk dalam delta yang berbentuk cuspate, atau menyerupai huruf ‘v’. Bentuk delta tersebut mengindikasikan bahwa proses marine (arus/gelombang laut) lebih dominan dibandingkan proses fluvial (aliran sungai). Daratan yang terbentuk oleh endapan sedimen di muara Sungai Pemali dimanfaatkan oleh masyarakat untuk budidaya perikanan tambak. Pembuatan kolam-kolam untuk tambak udang cukup intensif dilakukan tahun 1980-an. Selama kurang lebih 10 tahun, budidaya tambak udang intensif dilakukan masyarakat, hingga kemudian dilaporkan erosi mulai terjadi di pesisir Brebes. Antisipasi erosi tersebut, masyarakat melakukan rehabilitasi lahan dengan menanam mangrove di sepanjang kawasan pesisir Brebes. Dengan adanya mangrove, material yang terbawa oleh sungai dapat terendapkan di muara hingga terbentuk daratan. Dilihat dari foto udara secara temporal, daratan di muara Sungai Polang semakin meluas. Begitu pula di muara Sungai Pemali di sebelah timur laut, endapan sedimen membentuk daratan yang luas dalam kurun waktu kurang lebih 6 tahun. Tanaman mangrove terlihat tumbuh merata di sepanjang garis pantai di delta Pemali tersebut, dimana mangrove turut memberikan andil dalam pengedapan sedimen.
Gambar 2. Terjadinya proses akresi di muara Sungai Pemali
EROSI
Pesisir Brebes selain mengalami proses pengendapan sedimen hingga terbentuk delta, juga mengalami proses erosi, atau berkurangnya /terkikisnya daratan karena pengaruh kegiatan gelombang/arus laut. Perubahan garis pantai akibat erosi dapat dilihat di kawasan Desa Kaliwlingi Kecamatan Brebes hingga Sawojajar Kecamatan Wanasari (barat delta Pemali) dan Desa Randusanga Kecamatan Brebes (timur delta Pemali). Berdasarkan pengamatan foto udara temporal dari tahun 1990 hingga 2016 (Gambar 3) terjadi dinamika perubahan garis pantai yang dipengaruhi oleh faktor alam dan faktor campur tangan manusia. Pada kedua area yang ditunjukkan dalam lingkaran-lingkaran merah, nampak garis pantai semakin mundur secara terus-menerus dan luas daratannya semakin berkurang. Pada tahun pengamatan melalui foto udara, yakni pada akhir tahun 1980-an, sebagaimana disebutkan sebelumnya, di kawasan pesisir dimanfaatkan untuk budidaya tambak udang. Pemanfaatan lahan secara intensif dengan tanpa penyeimbang lahan secara ekologi adalah kemungkinan yang menyebabkan terjadinya pengikisan daratan di kawasan pesisir Brebes. Akan tetapi masih diperlukan kajian lebih lanjut untuk memastikan terjadinya sebab akibat tersebut. Pada tahun 2000-an masyarakat setempat mulai melakukan rehabilitasi lahan dengan cara menanam mangrove. Pengelolaan mangrove yang baik di kawasan tersebut membuahkan hasil, yakni daratan hasil endapan sedimen mulai terbentuk. Pada tahun 2016 terlihat di garis pantai dan beberapa titik kawasan pesisir telah terdapat ekosistem mangrove yang padat. Pembangunan infrastruktur ramah lingkungan juga dilakukan di pesisir Brebes untuk merehabilitas lahan dan mitigasi erosi, diantaranya adalah breakwater (pemecah gelombang) dari batu dan teknologi geotube/geotekstil.
Gambar 3. Terjadinya erosi di sekitar muara Sungai Pemali
Langganan:
Postingan (Atom)