PEMIKIRAN TOKOH ISLAM MUHAMMAD NATSIR
Oleh:Muamar Anis
BAB I
PENDAHULUAN
Pada awal abad ke-19,di
Indonesia muncul gerakan nasional khususnya dari kalangan Islam yang mencoba
menghimpun kekuatan untuk melawan pemerintah kolonial Belanda, mulai dari Budi
Utomo,Sarekat Dagang Islam yang kemudian berkembang menjadi Serikat Islam dan
gerakan-gerakan lainnya.Dari pergerakan itulah muncul para tokoh -intelektual-
terkemuka dari kalangan Islam.Kemudian pada masa selanjutnya ada satu tokoh
yang cukup terkemuka di kalangan umat Islam.Seperti Mohammad Natsir yang
terkenal dengan ide Islam dan Nasionalismenya.
Mahammad Natsir,dengan
karakternya yang jujur,kesederhanaan hidup,intelektualisme islam serta wawasan
kebangsaan yang tinggi dan dengan semangatnya,dalam perjuangannya telah banyak
memberikan kontribusi kepada bangsa Indonesia yang dia tuangkan baik dari
pemikiran-pemikirannya maupun dia terjun langsung dalam urusan berpolitik dan
dakwahya.Namun demikian,Muhammad Natsir dalam perjuangannya tidak selalu
berjalan mulus meski dengan keadaan seperti itu.Dia tidak lantas patah semangat
tapi justru sebaliknya dia semakin giat untuk terus berjuang demi kebaikan
bersama yaitu bengsa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Biografi Mohammad Natsir.
Mohammad Natsir yang bergelar
Datuk Sinaro Panjang terlahir di Jembatan Baukia Alahan Panjang, Kabupaten
Solok,Sumatra Barat,pada hari Jumat,17 Jumadil Akhir 1326 H atau 17 Juli 1908.
Ibunya bernama Khadijah dan ayahnya Muhammad Idris Sutan Sari pado, seorang
pegawai rendahan yang pernah menjadi juru tulis kantor kontrolir di masa
pemerintahan Hindia Belanda. Pada tahun 1918 ia dipindahkan dari Alahan ke
Ujung Pandang .Di tempat kelahirannya,ia melewati masa-masa sosialisasi
keagamaan dan intelektualnya yang pertama. Ia menempuh pendidikan dasar di
sekolahan Belanda dan belajar agama.Pada umurnya yang kedelapan belas tahun,ia
berkeinginan masuk ke HIS namun tidak terlaksana karena ia anak seorang pegawai
rendahan.Di padang Nasir kecil bersekolah di HIS (Hollandsch Inlandsch School)
Adabiyah di Padang.Beberapa bulan berikutnya ia dipindahkan ke sekolah HIS
pemerintah di Solok.Di Solok inilah ia untuk pertama kalinya belajar bahasa
Arab dan mempelajari hukum fiqh kepada Tuanku Mudo Amin yang dilakukannya di
sore hari di Madrasah Diniyah dan mengaji Al-Quran pada malam harinya.
Pada tahun 1920 ia pindah ke
Padang. Ia menamatkan pendidikan HIS-nya pada tahun 1923 . Pada tahun 1923 ia
melanjutkan pendidikannya ke MULO di Padang dengan beasiswa dan aktif diberbagai
kegiatan dan tahun 1927 ia lulus dari MULO dan meneruskan ke Algememe Midlebare
School(AMS)di Bandung.Di kota ini Natsir bertemu dengan tokoh Islam radikal,
Ahmad Hassan yang diakuinya sangat mempengaruhi alam pikirannya. Sejak belajar
di AMS, Natsir mulai tertarik pada pegerakan Islam dan belajar politik di perkumpulan
Jong Islamieten Bond(JIB). Organisasi ini mendapat pengaruh dari Haji Agus
Salim. Disini ia dapat bergaul dengan tokoh-tokoh yang lebih tua seperti,Mohammad
Hatta, Cokroaminoto, Prawoto, Mangunsasmito,Yusuf Wibisono dan Moh Roem.Dalam
JIB,ia sering berdiskusi dengan teman-temanya.Kemampuannya yang menonjol
mengantarkan ia menjadi ketua JIB Bandung pada tahun 1928-1932.
Kegiatan Natsir pada waktu
itu telah mempengaruhi jiwanya untuk meraih gelar MR. Ia lulus dari AMS pada
tahun 1930 setelah itu, Natsir mengajar salah satu MULO di Bandung. Natsir
mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam yang mengombinasikan pendidikan umum
dan pesantren. Ia menjabat sebagai direktur selama sepuluh tahun sejak tahun
1932. Pada tanggal 20 Oktober 1934, ia menikah dengan Nurnahar dan dikaruniai
enam orang anak. Pada tahun 1938, Natsir mulai aktif dalam bidang politik
dengan mendaftarkan dirinya menjadi anggota Partai Islam Indonesia. Tahun
1940-1942 ia menjabat sebagai ketua dan bekerja di pemerintahan Jepang sebagai
kepala biro pendidikan kodya Bandung sampai tahun 1945 sekaligus merangkap
sebagai sekretaris Sekolah Tinggi Islam di Jakarta. Selain itu, Natsir juga
menjabat sebagai ketua partai Masyumi yang dibentuk pada tanggal 7 November
1945. Pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia, Natsir tampil menjadi
salah seorang politisi dan pemimpin Negara .
B.Ide dan Pembaharuan
Deliar Noer menyebutkan
Natsir sebagai intelektual-ulama atau ulama-intelektual. Ia tidak hanya
berkecimpung dalam dunia politik tapi juga dalam dunia keagamaan dan
pendidikan.Gagasan-gagasan politik Natsir yang pertama kali dilontarkanya pada
awal tahun 1930 memperlihatkan cirri-ciri kemanusiaan.Latar belakang sosialisasi
intelektual dan keagamaannya serta tantangan dari berbagai aliran pemikiran
yang berusaha untuk memojokkan Islam terutama dari kaum orientalis Belanda,tokoh-tokoh
nasionalisme yang cenderung sekuler dan berusaha membangkitkan masa lalu zaman
pra-Islam mendorong Natsir untuk mengikuti jejak modernisme politik
pendahulunya yakni Agus Salim dan HOS Cokroaminoto.
Pemikiran Natsir dimasa muda
memperlihatkan corak mempertahakan Islam dari serangan pihak-pihak yang ingin
menyudutkanya. Secara empiris, kedaan kaum muslimin Indonesia di masa itu
memang dapat dikatakan berada dalam suasana kemunduran di berbagai aspek
kehidupan.Banyak faktor yang mempengaruhi semua ini, salah satunya adalah
penjajahan yang berkepanjangan dan sikap penjajah yang memusuhi penduduk
pribumi khususnya islam. Seperti pandangan tokoh modernis lainya, Natsir
melihat kemajuan atau kemunduran umat Islam tergantung pada bagaimana pemahaman
dan penghayatan doktrin tauhid serta bagaimana mengamalkan ajaran Islam itu
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, Natsir bertindak sebagai seorang
reformis yang berusaha untuk memberikan interpretasi baru pada doktrin-doktrin
keagamaan yang mengajak masyarakat untuk memurnikan pelaksanaan amalan-amalan
keagamaan dari unsur-unsur bukan Islam.
Pengaruh pandangan keagamaan
Ahmad Hassan pemimpin Persis, yang menjadi gurunya, tampak dalam usahanya di
bidang ini. Setelah memperdebatkan dan fokus pada bidang aqidah ini, perhatian
selanjutnya ditujukan pada persoalan-persoalan ke-Islaman yang lebih luas mencakup
persoalan-persoalan masyarakat dan politik. Bagi Natsir, tauhid akan membuat
hidup manusia menjadi lebih bermakna. Tauhid juga menumbuhkan rasa tanggung
jawab individual manusia terhadap Allah . Pandangan mengenai tauhid seperti
dikemukakan diatas menjadi tumpuan tentang ‘modernisme politik Islam’ yang
dianutnya. Istilah modernisme politik Islam diartikan sebagai suatu sikap dan
pandangan yang berusaha menerapkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai keruhaniahan,
sosial dan politik Islam yang terkandung dalam al Qur’an dan Sunnah serta
menyesuaikan dengan perkembangan mutakhir dalam sejarah peradaban umat manusia.
Menurutnya islam tidak
sekularisme karena Islam tidak memisahkan urusan keruhanian-akhirat dengan
urusan keduaniaan. Menurut Yuzril Ihza Mahendra, Natsir tampaknya mengikuti
pandangan Ibnu Timiyah yang melihat Negara sebagai sesuatu yang perlu untuk
menegakkan ajaran agama, namun eksistensinya adalah sebagai alat belaka dan
bukan kelembagaan agama itu sendiri . Yang menjadi menarik pada pembahasan Islam
dan Nasionalismenya Natsir, adalah tanggapanya mengenai konsep demokrasi.Seperti
yang dituliskan tadi yang menjadi menarik ketika Soekarno mengutarakan konsep
Demokrasi Terpimpin-nya yang berdasarkan Pancasila dan menyatakan menolak
konsep Negara Islam, Natsir mengkritik tajam akan pernyataan Soekarno tersebut.
Natsir mengatakan bahwa “Pancasila tidak patut dijadikan ideologi Negara, karena
semua sila-sila itu relatif Berbeda dengan Pancasila,Islam memiliki hukum-hukum
yang diberikan kepada manusia oleh Tuhan melalui wahyu yang memberi ukuran
mutlak untuk mengatur persoalan-persoalan manusia.” Pernyataan Natsir
seolah-olah menolak akan penggunan sistem demokrasi di Indonesia.
Di kesempatan lain dalam
sebuah pidatonya Natsir mengatakan: “Apabila demokrasi di Indonesia sampai
dikubur, tidak kurang lebih itu berarti berakhirnya Republik Indonesia ini.
Hendaklah kita insafi bahwa demokrasi itu adalah sebuah sistem yang sulit,
lebih sulit dari sistem-sistem yang lain. Tetapi kita harus berani menghadapi kesulitan-kesulitan
itu. Hal ini menarik untuk dikaji lebih jauh dan kiranya Yuzril telah
memberikan analisisnya.Pembelaan Natsir terhadap demokrasi itu dilatarbelakangi
oleh kekhawatiranya terhadap munculnya kediktatoran pemerintah di Indonesia dan
bahaya Komunisme yang sedang mengancam. Meski demikian, Natsir tetap yakin
interpretasi paling modern tentang demokrasi sebenarnya dapat ditemukan di
dalam Islam.
Menurut Natsir,demokrasi yang
dikehendaki Islam hampir serupa dengan sistem demokrasi liberal, kecuali
panduan dalam mengambil keputusan politik . Interpretasinya terumuskan dalam
konsep ijtihad,syura dan ijma’. Ijtihad berguna untuk menghadapkan Islam dengan
dinamika perubahan masyarakat.Sedangkan Ijma’ diartikan sebagai kesepakatan
mayoritas kaum muslimin dengan berlandaskan asa-asas doktrin di dalam al Qur’an
dan Sunnah. Menurut Natsir, konsep ijtihad dan ijma’ jika dihubungkan dengan
konsep syura dapat diwujudkan dalam bentuk sebuah parlemen yang anggota-anggotanya
dipilih oleh rakyat.
Untuk dapat lebih memahami
pemikiran Moahammad Natsir, kiranya dapat dibaca melalui karya-karyanya antara
lain : Pertama, Agama dan Negara, Falsafah Perjuangan Islam, Medan: 1951, yang
berbicara tentang hubungan Agama dan Negara serta upaya umat Islam dalam
memperjuangkan nilai-nilai Islam. Kedua, Dari Masa ke Masa, Jakarta: 1975 ,yang
memuat soal pribadi, pembinaan keluarga, penjajahan dan kemerdekaan.
Demikianlah konsep pemikiran Mohammad Natsir dalam pembahasan mengenai
persoalan Islam yang dihadapkan pada Nasionalisme.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Uraian diatas sedikit banyak
telah memberikan gambaran tentang faham pembaharuan yang dilakukan oleh tokoh
tersebut yaitu Mohammad Natsir. Muhammad Natsir yang dilahirkan di tanah
minang. Minang suatu daerah yang saat itu dikenal sebagai pelopor gerakan
pembaharuan Islam di Indonesia. Mohammad Natsir lebih menitik beratkan pada
penggunaan sistem pemerintahan demokrasi atau lainya, yang berlandaskan pada
ajaran agama Islam yaitu al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Roziqin ,Badiatul, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia ( Menelusuri
jejak dalam menguak sejarah ), Yogyakarta : e’Nuswantara,2009, halaman, 221.
Yanto ,Bashri, dan Retno Suffanti,
Sejarah Tokoh Bangsa, Yogyakarta : Pustaka Tokoh Bangsa, 2005.
Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta : LP3ES,
1990. Luth,Thohir, M Natsir,Dakwah dan Pemikirannya, Yogyakarta :
Gema Insani. Badiatul Roziqin, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia (
Menelusuri jejak dalam menguak sejarah ), Yogyakarta : e’Nuswantara,2009,
halaman, 226. Feith, Herbert dan Lance Castles ,
Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965, Terj. Jakarta: PT Pustaka
LP3ES, 1995.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar