Minggu, 22 Juni 2014

PEMIKIRAN TOKOH ISLAM:MUHAMMAD NATSIR

PEMIKIRAN TOKOH ISLAM MUHAMMAD NATSIR
Oleh:Muamar Anis


BAB I
PENDAHULUAN

Pada awal abad ke-19,di Indonesia muncul gerakan nasional khususnya dari kalangan Islam yang mencoba menghimpun kekuatan untuk melawan pemerintah kolonial Belanda, mulai dari Budi Utomo,Sarekat Dagang Islam yang kemudian berkembang menjadi Serikat Islam dan gerakan-gerakan lainnya.Dari pergerakan itulah muncul para tokoh -intelektual- terkemuka dari kalangan Islam.Kemudian pada masa selanjutnya ada satu tokoh yang cukup terkemuka di kalangan umat Islam.Seperti Mohammad Natsir yang terkenal dengan ide Islam dan Nasionalismenya.
Mahammad Natsir,dengan karakternya yang jujur,kesederhanaan hidup,intelektualisme islam serta wawasan kebangsaan yang tinggi dan dengan semangatnya,dalam perjuangannya telah banyak memberikan kontribusi kepada bangsa Indonesia yang dia tuangkan baik dari pemikiran-pemikirannya maupun dia terjun langsung dalam urusan berpolitik dan dakwahya.Namun demikian,Muhammad Natsir dalam perjuangannya tidak selalu berjalan mulus meski dengan keadaan seperti itu.Dia tidak lantas patah semangat tapi justru sebaliknya dia semakin giat untuk terus berjuang demi kebaikan bersama yaitu bengsa Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A.Biografi Mohammad Natsir.
Mohammad Natsir yang bergelar Datuk Sinaro Panjang terlahir di Jembatan Baukia Alahan Panjang, Kabupaten Solok,Sumatra Barat,pada hari Jumat,17 Jumadil Akhir 1326 H atau 17 Juli 1908. Ibunya bernama Khadijah dan ayahnya Muhammad Idris Sutan Sari pado, seorang pegawai rendahan yang pernah menjadi juru tulis kantor kontrolir di masa pemerintahan Hindia Belanda. Pada tahun 1918 ia dipindahkan dari Alahan ke Ujung Pandang .Di tempat kelahirannya,ia melewati masa-masa sosialisasi keagamaan dan intelektualnya yang pertama. Ia menempuh pendidikan dasar di sekolahan Belanda dan belajar agama.Pada umurnya yang kedelapan belas tahun,ia berkeinginan masuk ke HIS namun tidak terlaksana karena ia anak seorang pegawai rendahan.Di padang Nasir kecil bersekolah di HIS (Hollandsch Inlandsch School) Adabiyah di Padang.Beberapa bulan berikutnya ia dipindahkan ke sekolah HIS pemerintah di Solok.Di Solok inilah ia untuk pertama kalinya belajar bahasa Arab dan mempelajari hukum fiqh kepada Tuanku Mudo Amin yang dilakukannya di sore hari di Madrasah Diniyah dan mengaji Al-Quran pada malam harinya.
Pada tahun 1920 ia pindah ke Padang. Ia menamatkan pendidikan HIS-nya pada tahun 1923 . Pada tahun 1923 ia melanjutkan pendidikannya ke MULO di Padang dengan beasiswa dan aktif diberbagai kegiatan dan tahun 1927 ia lulus dari MULO dan meneruskan ke Algememe Midlebare School(AMS)di Bandung.Di kota ini Natsir bertemu dengan tokoh Islam radikal, Ahmad Hassan yang diakuinya sangat mempengaruhi alam pikirannya. Sejak belajar di AMS, Natsir mulai tertarik pada pegerakan Islam dan belajar politik di perkumpulan Jong Islamieten Bond(JIB). Organisasi ini mendapat pengaruh dari Haji Agus Salim. Disini ia dapat bergaul dengan tokoh-tokoh yang lebih tua seperti,Mohammad Hatta, Cokroaminoto, Prawoto, Mangunsasmito,Yusuf Wibisono dan Moh Roem.Dalam JIB,ia sering berdiskusi dengan teman-temanya.Kemampuannya yang menonjol mengantarkan ia menjadi ketua JIB Bandung pada tahun 1928-1932.
Kegiatan Natsir pada waktu itu telah mempengaruhi jiwanya untuk meraih gelar MR. Ia lulus dari AMS pada tahun 1930 setelah itu, Natsir mengajar salah satu MULO di Bandung. Natsir mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam yang mengombinasikan pendidikan umum dan pesantren. Ia menjabat sebagai direktur selama sepuluh tahun sejak tahun 1932. Pada tanggal 20 Oktober 1934, ia menikah dengan Nurnahar dan dikaruniai enam orang anak. Pada tahun 1938, Natsir mulai aktif dalam bidang politik dengan mendaftarkan dirinya menjadi anggota Partai Islam Indonesia. Tahun 1940-1942 ia menjabat sebagai ketua dan bekerja di pemerintahan Jepang sebagai kepala biro pendidikan kodya Bandung sampai tahun 1945 sekaligus merangkap sebagai sekretaris Sekolah Tinggi Islam di Jakarta. Selain itu, Natsir juga menjabat sebagai ketua partai Masyumi yang dibentuk pada tanggal 7 November 1945. Pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia, Natsir tampil menjadi salah seorang politisi dan pemimpin Negara .

B.Ide dan Pembaharuan
Deliar Noer menyebutkan Natsir sebagai intelektual-ulama atau ulama-intelektual. Ia tidak hanya berkecimpung dalam dunia politik tapi juga dalam dunia keagamaan dan pendidikan.Gagasan-gagasan politik Natsir yang pertama kali dilontarkanya pada awal tahun 1930 memperlihatkan cirri-ciri kemanusiaan.Latar belakang sosialisasi intelektual dan keagamaannya serta tantangan dari berbagai aliran pemikiran yang berusaha untuk memojokkan Islam terutama dari kaum orientalis Belanda,tokoh-tokoh nasionalisme yang cenderung sekuler dan berusaha membangkitkan masa lalu zaman pra-Islam mendorong Natsir untuk mengikuti jejak modernisme politik pendahulunya yakni Agus Salim dan HOS Cokroaminoto.
Pemikiran Natsir dimasa muda memperlihatkan corak mempertahakan Islam dari serangan pihak-pihak yang ingin menyudutkanya. Secara empiris, kedaan kaum muslimin Indonesia di masa itu memang dapat dikatakan berada dalam suasana kemunduran di berbagai aspek kehidupan.Banyak faktor yang mempengaruhi semua ini, salah satunya adalah penjajahan yang berkepanjangan dan sikap penjajah yang memusuhi penduduk pribumi khususnya islam. Seperti pandangan tokoh modernis lainya, Natsir melihat kemajuan atau kemunduran umat Islam tergantung pada bagaimana pemahaman dan penghayatan doktrin tauhid serta bagaimana mengamalkan ajaran Islam itu dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, Natsir bertindak sebagai seorang reformis yang berusaha untuk memberikan interpretasi baru pada doktrin-doktrin keagamaan yang mengajak masyarakat untuk memurnikan pelaksanaan amalan-amalan keagamaan dari unsur-unsur bukan Islam.
Pengaruh pandangan keagamaan Ahmad Hassan pemimpin Persis, yang menjadi gurunya, tampak dalam usahanya di bidang ini. Setelah memperdebatkan dan fokus pada bidang aqidah ini, perhatian selanjutnya ditujukan pada persoalan-persoalan ke-Islaman yang lebih luas mencakup persoalan-persoalan masyarakat dan politik. Bagi Natsir, tauhid akan membuat hidup manusia menjadi lebih bermakna. Tauhid juga menumbuhkan rasa tanggung jawab individual manusia terhadap Allah . Pandangan mengenai tauhid seperti dikemukakan diatas menjadi tumpuan tentang ‘modernisme politik Islam’ yang dianutnya. Istilah modernisme politik Islam diartikan sebagai suatu sikap dan pandangan yang berusaha menerapkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai keruhaniahan, sosial dan politik Islam yang terkandung dalam al Qur’an dan Sunnah serta menyesuaikan dengan perkembangan mutakhir dalam sejarah peradaban umat manusia.
Menurutnya islam tidak sekularisme karena Islam tidak memisahkan urusan keruhanian-akhirat dengan urusan keduaniaan. Menurut Yuzril Ihza Mahendra, Natsir tampaknya mengikuti pandangan Ibnu Timiyah yang melihat Negara sebagai sesuatu yang perlu untuk menegakkan ajaran agama, namun eksistensinya adalah sebagai alat belaka dan bukan kelembagaan agama itu sendiri . Yang menjadi menarik pada pembahasan Islam dan Nasionalismenya Natsir, adalah tanggapanya mengenai konsep demokrasi.Seperti yang dituliskan tadi yang menjadi menarik ketika Soekarno mengutarakan konsep Demokrasi Terpimpin-nya yang berdasarkan Pancasila dan menyatakan menolak konsep Negara Islam, Natsir mengkritik tajam akan pernyataan Soekarno tersebut. Natsir mengatakan bahwa “Pancasila tidak patut dijadikan ideologi Negara, karena semua sila-sila itu relatif Berbeda dengan Pancasila,Islam memiliki hukum-hukum yang diberikan kepada manusia oleh Tuhan melalui wahyu yang memberi ukuran mutlak untuk mengatur persoalan-persoalan manusia.” Pernyataan Natsir seolah-olah menolak akan penggunan sistem demokrasi di Indonesia.
Di kesempatan lain dalam sebuah pidatonya Natsir mengatakan: “Apabila demokrasi di Indonesia sampai dikubur, tidak kurang lebih itu berarti berakhirnya Republik Indonesia ini. Hendaklah kita insafi bahwa demokrasi itu adalah sebuah sistem yang sulit, lebih sulit dari sistem-sistem yang lain. Tetapi kita harus berani menghadapi kesulitan-kesulitan itu. Hal ini menarik untuk dikaji lebih jauh dan kiranya Yuzril telah memberikan analisisnya.Pembelaan Natsir terhadap demokrasi itu dilatarbelakangi oleh kekhawatiranya terhadap munculnya kediktatoran pemerintah di Indonesia dan bahaya Komunisme yang sedang mengancam. Meski demikian, Natsir tetap yakin interpretasi paling modern tentang demokrasi sebenarnya dapat ditemukan di dalam Islam.
Menurut Natsir,demokrasi yang dikehendaki Islam hampir serupa dengan sistem demokrasi liberal, kecuali panduan dalam mengambil keputusan politik . Interpretasinya terumuskan dalam konsep ijtihad,syura dan ijma’. Ijtihad berguna untuk menghadapkan Islam dengan dinamika perubahan masyarakat.Sedangkan Ijma’ diartikan sebagai kesepakatan mayoritas kaum muslimin dengan berlandaskan asa-asas doktrin di dalam al Qur’an dan Sunnah. Menurut Natsir, konsep ijtihad dan ijma’ jika dihubungkan dengan konsep syura dapat diwujudkan dalam bentuk sebuah parlemen yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat.
Untuk dapat lebih memahami pemikiran Moahammad Natsir, kiranya dapat dibaca melalui karya-karyanya antara lain : Pertama, Agama dan Negara, Falsafah Perjuangan Islam, Medan: 1951, yang berbicara tentang hubungan Agama dan Negara serta upaya umat Islam dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam. Kedua, Dari Masa ke Masa, Jakarta: 1975 ,yang memuat soal pribadi, pembinaan keluarga, penjajahan dan kemerdekaan. Demikianlah konsep pemikiran Mohammad Natsir dalam pembahasan mengenai persoalan Islam yang dihadapkan pada Nasionalisme.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Uraian diatas sedikit banyak telah memberikan gambaran tentang faham pembaharuan yang dilakukan oleh tokoh tersebut yaitu Mohammad Natsir. Muhammad Natsir yang dilahirkan di tanah minang. Minang suatu daerah yang saat itu dikenal sebagai pelopor gerakan pembaharuan Islam di Indonesia. Mohammad Natsir lebih menitik beratkan pada penggunaan sistem pemerintahan demokrasi atau lainya, yang berlandaskan pada ajaran agama Islam yaitu al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.

DAFTAR PUSTAKA

Roziqin ,Badiatul, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia ( Menelusuri jejak dalam menguak sejarah ), Yogyakarta : e’Nuswantara,2009, halaman, 221. Yanto ,Bashri, dan Retno Suffanti,
Sejarah Tokoh Bangsa, Yogyakarta : Pustaka Tokoh Bangsa, 2005. Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta : LP3ES, 1990. Luth,Thohir, M Natsir,Dakwah dan Pemikirannya, Yogyakarta :
Gema Insani. Badiatul Roziqin, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia ( Menelusuri jejak dalam menguak sejarah ), Yogyakarta : e’Nuswantara,2009, halaman, 226. Feith, Herbert dan Lance Castles ,
Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965, Terj. Jakarta: PT Pustaka LP3ES, 1995.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar