Presiden Jokowi mengerti, walau dirinya barangkali belum
pernah membaca senarai ungkapan dari Albert Camus yang menyatakan, "Saya
selalu loyal, terutama pada orang yang saya sukai, tapi saya tidak percaya
bahwa saya tidak akan pernah mengkhianatinya." Yang berarti
pengkhianatan di dunia politik adalah permanen rutin. Baik kawan, dan lawan
semua calon pengkhianat. Penulis pun tidak yakin darimana Jokowi mampu menyerap
rasa percaya dan tidak percaya dalam dunia politik, yang selalu berakhir dalam
tragedi Shakespeareian, "Et tu Brute?" Kau juga Brutus? Saat Julius
Caesar tidak percaya dirinya digulingkan oleh anak angkatnya sendiri yang
terkenal loyal, Brutus.
Politik selalu demi rakyat, bukan politisi, namun politik
juga selalu melewati perut politisi terlebih dahulu baru rakyat sisanya. Lalu,
di tengah orang orang seperti demikian apa yang kau lakukan? Apa yang seorang
pemimpin besar lakukan? Apa yang presiden Indonesia lakukan?
Menari sendiri dengan genderang yang ditabuh sendiri, walau
musik tidak dimengerti kawan dan lawannya, seperti Soekarno? Atau mengajak
kawan lawan menari, dengan genderang yang ditabuh orang lain seperti Soeharto?
Mengajak menari dengan genderang yang ditabuh sendiri, tapi tidak dimengerti
kawan lawan seperti Gusdur? Tidak menari, tidak menabuh lalu lawan dan kawan
yang menari sendiri bagai Susilo Bambang Yudhoyono?Atau seperti Joko
"Jokowi" Widodo, tidak ikut menari, hanya menabuh musiknya, lalu
kawan dan lawannya menari.
Memperlihatkan lekuk keseksian dan sekaligus aib aib mereka
hingga ke titik aral. Menjadikan mereka payah di mata semua orang, payah
dan tidak bisa lagi dipercaya. Sialnya,
bagi Jokowi tidak ada waktu dikhianati, tidak ada ruang ditusuk dari belakang,
dirinya selalu bersandar di sudut mati di mana langkah langkah lawan tengah di
prediksi olehnya, sementara lawan tidak mengerti dirinya, tidak mampu menebak
arti senyumnya, tidak bisa menakar apa yang dia pikirkan,karena satu hal yang
dinamakan langkah falsafah.
Langkah
Catur Pertama : Bonekakan Diri
Perbedaan langkah falsafah seseorang, bagai dirinya
mengarungi papan catur, setiap langkah begitu berharga melahirkan pengorbanan
dan keuntungan. Korbankan yang kecil, ambil untung yang besar. Korbankan yang
besar, dan menangkan pertarungan.. begitulah Jokowi mengerti langkah langkah
berfalsafah tersebut. Dia mengerti lawannya termasuk yang menyaru sebagai
kawan, menunggu lengah, menunggu waktu mencekik dari belakang, bahkan Jokowi
membonekakan dirinya, agar lawan lawannya merasa sedang mengendalikan dirinya.
Membonekakan diri, adalah satu langkah klasik dalam catur.
Membuat lawan Anda berpikir dirinya mengendalikan permainan pada dua langkah ke
depan, lalu dengan rakus menyerobot keuntungan di papan. Faktanya, justru sang
lawan bermain dalam kendali tali tali tidak terlihat. Boneka jejadian itu
akhirnya bergerak pada langkah aneh yang absurd.. siapa sangka jika pikiran
sang pengendali boneka berharap Budi Gunawan menjadi Kapolri, tapi justru sosok
tak dikenal bernama Badrodin Haiti yang memenangkannya. Ini bahkan di luar
impian liar Badrodin sendiri..
Siapa yang menyangka di luar arena, dalam bilik tertutup
nyaman di rumah pensiunan ada yang merasa memegang kartu KPK, tapi mendadak
satu sapuan bersih pimpinan KPK berganti wajah, dan dirinya kehilangan kartu
kartu penting untuk bermain.Siapa yang menyangka ada yang merasa mengendalikan
melalui bantuan uang dan dana kampanye, dan dalam satu sapuan berakhir sumber
dana "bocor" di wilayah energi dengan pembubaran Petral.
Inilah pelajaran politik penting kepada para pengendali, jangan Bonekakan orang yang rela jadi boneka karena dibaliknya orang yang rela itu punya rencana.
Langkah Catur Kedua : Hinakan Diri
Inilah pelajaran politik penting kepada para pengendali, jangan Bonekakan orang yang rela jadi boneka karena dibaliknya orang yang rela itu punya rencana.
Langkah Catur Kedua : Hinakan Diri
Seorang pemain catur handal
selalu membuat langkah dewa mabuk, yang cendrung pada penghinaan lawan..
misalkan lawan "dipersilahkan" masuk ke ruang kerajaannya, mengobrak
abrik dan menyudutkan bidak Raja, bidak Raja terpaksa minggir langkah demi
langkah menjauh dari intimidasi lawan, bahkan terpaksa merelakan beberapa pion
penting, namun itu hanya perangkap momentum.
Bahan bahan agar diri terlihat hina untuk sosok dengan
perawakan Jokowi yang kurus, kurang highlite, tidak ada kesan modern dan wibawa
perwira, sudah tampak natural. Jokowi makanan empuk untuk para perajin meme
internet, bahkan lawan politik dari "partai dakwah" yang berisikan
anak muda pencemooh sanggup membuat ratusan gambar gambar meme yang menghinakan
Jokowi dan kebijakannya. Dalam pikiran mereka sosok yang hilang wibawa tidak
akan terpilih kembali menjadi presiden. Dan citra citra positif Jokowi,
bagaimanapun harus terpangkas habis.
Dalam realm high politic langkah menghina Jokowi ikut
dipraktikkan. Para lawan politik menyebut Jokowi kelas kampung, ndeso, minim
wawasan, bahkan Wakil Ketua DPR dari PKS, Fahri Hamzah pernah secara gamblang
menyebut Jokowi tidak punya tampang presiden (bacaNgga Ada Tampang)
Apakah semua penghinaan fisik dan mental itu dijawab oleh Jokowi? Tidak satupun. Bahkan dalam pernyataan terakhirnya Jokowi mempersilahkan para lawan menyebutnya dengan name calling atau julukan yang buruk, asalkan.. "Saya enggak apa-apa dikatain presiden gila, presiden sarap, presiden koppig. Enggak apa-apa. Tapi, tapi tidak boleh yang namanya lembaga negara itu dipermainkan"Ungkapan, "Tapi, tapi tidak boleh yang namanya lembaga negara itu dipermainkan" itulah pesan langkah counter dari Jokowi. Pesan itulah virtuoso permainan politiknya. Sehingga secara politik moral Jokowi berada di kondisi puncak lebih dari lawan lawannya. Karena baik lawan dan kawan akan mengakui jika Jokowi berada dalam posisi yang benar.
Apakah semua penghinaan fisik dan mental itu dijawab oleh Jokowi? Tidak satupun. Bahkan dalam pernyataan terakhirnya Jokowi mempersilahkan para lawan menyebutnya dengan name calling atau julukan yang buruk, asalkan.. "Saya enggak apa-apa dikatain presiden gila, presiden sarap, presiden koppig. Enggak apa-apa. Tapi, tapi tidak boleh yang namanya lembaga negara itu dipermainkan"Ungkapan, "Tapi, tapi tidak boleh yang namanya lembaga negara itu dipermainkan" itulah pesan langkah counter dari Jokowi. Pesan itulah virtuoso permainan politiknya. Sehingga secara politik moral Jokowi berada di kondisi puncak lebih dari lawan lawannya. Karena baik lawan dan kawan akan mengakui jika Jokowi berada dalam posisi yang benar.
Ini seolah seorang pahlawan bicara di podium.. "Sampeyan
boleh hina saya, tapi jangan hina Negara saya... sampeyan boleh rendahkan fisik
dan jiwa saya, tapi jagan rendahkan bangsa saya!!"
Alih
alih citra Jokowi surut oleh serangan hinaan itu, citranya malah terlihat gagah
absolut.
Langkah
Catur Ketiga : Bukan Siapa Yang Kamu Punya, Tapi Apa Tujuanmu
Pemain catur handal tidak akan mempertaruhkan permainannya
pada bidak bidak tertentu, baik dengan alasan taktik atau style. Dia tidak
merasa kehilangan patih, benteng, atau sang kuncung, apabila itu hal pantas
diserahkan. Fokusnya satu, adalah tujuan permainan itu sendiri, bersenang
senang dari kesulitan lawan menebak langkah, sehingga dalam kondisi psikologis
lawan yang lengah, dirinya bisa memenangkan segalanya.
Orang orang di sekeliling Jokowi bisa kita sebut sebagai para
kontraktor. Bagi Jokowi mereka dikontrak untuk suatu tujuan tim dan kebersamaan
dalam membangun Indonesia sesuai dengan idealitas kampanye dirinya sebagai politisi.
Sebegitu mudah Jokowi meninggalkan sahabat dekatnya Marurarar Sirait dalam
pesat pembagian kursi kabinet, menegaskan posisi Jokowi memandang bidak bidak
catur di sekelilingnya.Bagaimana Luhut, Trimedya masuk ke lingkaran dalam dan
menyingkirkan Andi Widjajanto, Tedjo Eddhy memperlihatkan hubungan kontrak
semata. Ada pelanggaran kontrak, cabut. Namun lawan politik tetap mengira
Jokowi lengket dengan bidak-bidaknya bagai hubungan mafioso Sisilia. Jokowi
bagaimana Luhut, Jokowi kompak dengan JK, dan seterusnya.
Kasus "Papa Minta Saham" semestinya menegaskan
posisi permainan Jokowi yang tidak membentuk jaringan mafia baru di
pemerintahan, tentang bagaimana Riza Chalid, dan Setya Novanto sebagaimana
dalam rekaman pertemuan dengan bos Freeport Indonesia, bingung seribu neraka
akan keras kepalanya Jokowi sehingga mereka berharap pada nama di sekeliling
Jokowi.Tapi Jokowi memiliki siapa? Kasus bocornya rekaman tersebut, malah bisa
membuat Jokowi memiliki alasan kuat membuat barikade dari kawan kawan di sekelilingnya.
Rekaman tersebut memperlihatkan polah politisi yang rakus kepentingan, termasuk
yang di lingkaran istana. Dan Jokowi membiarkannya dilahap publik untuk
menelanjangi bahwa dirinya berdiri independen, tidak membentuk klik politik
dengan orang orang dekatnya. Sehingga dirinya bisa dengan mudah mengganti
mereka yang merasa SKSD, sok kenal dan sok dekat.
Langkah Catur Keempat : Lawan Kalap
Langkah Catur Keempat : Lawan Kalap
Modal pecatur hebat lainnya adalah permainannya yang juga
mengandalkan efek tidak terukur. Vladimir Kramnik seorang pecatur Russia
menyebut momentum "no man's land" atau kedua pemain sama sama melangkah
kosong adalah keindahan catur. Dalam kondisi tidak terduga maka pecatur hebat
bisa memainkan apa yang tersisa di meja sementara lawan tengah kalap dan
kebingungan kehabisan teori.
Di pemerintahan, teori teori politisi brengsek selalu sama,
dekati pengusaha mainkan kekuasaan, dan pundi pundi kekayaan mengalir.
Kerjasama penguasa dan kekuasaan itu menghasilkan habitus terprediksi. Polanya
selalu sama, perhitungannya selalu itu itu saja. Seorang presiden memiliki
jurus menghadapi tipikal politisi makelar tersebut di sekelilingnya, yakni
dengan langkah transparansi. Politik dijadikan terbuka, lobby lobby dipaksakan
bisa diakses masyarakat banyak. Menelanjangi
praktik hubungan politisi dan pengusaha sejatinya berbahaya, namun terkadang
nafsu akan kekayaan, akan membuat para politisi dan pengusaha kotor panik,
bermain asal asalan, karena mereka merasa waktu mereka menipis, mereka harus
menyiapkan energi keuangan agar terpilih kembali dalam kontestansi politik
pemilu selanjutnya. Pengusaha pun di kejar setoran untuk memantapkan posisi
lobby kekuasaan.
Jokowi sayangnya tidak memberikan mereka waktu. Pengusaha
dimanjakan dengan paket paket ekonomi bebas fiskal, izin izin dipermudah,
persaingan usaha di buka luas, sehingga tidak ada artinya pengusaha menyuap
politisi demi high bidding dan kursi paling depan. Pada akhirnya
mereka tersudut oleh kenyataan pemerintahan mulai di tata rapih, klik klik
politik dalam konsensi SDA dihabisi pelan pelan, impor sapi, penangkapan ikan,
penerbangan, perhubungan, didekati dengan cara lebih bersih, bahkan dunia pajak
melahirkan sosok pahlawan pertama, yang berani mundur saat target tidak
tercapai.
Saat politisi kantungnya mulai mengering, hal yang terlihat
adalah langkah kalap, para politisi habis-habisan merapat, yang malah
memperlihatkan pada publik posisi mereka yang tidak tulus memperjuangkan
konstituennya, melainkan hanya cari selamat sendiri. Ungkapan galak Ruhut
Sitompul kepada Fadly Zon di Televisi bahwa dirinya sebagai wakil rakyat tidak
sudi bertemu pengusaha memperlihatkan dengan banal, bahwa ada politisi pengejar
rente dan ada politisi penolaknya.
Segala keterbukaan sebagai buah konsistensi pemerintahan,
walau memperlihatkan politisi rente di sekeliling istana, juga memperlihatkan
politisi rente di kalangan lawan politik yang lebih banyak lagi. Langkah
keterbukaan ini penulis yakini bisa membawa Jokowi kembali sebagai presiden
Indonesia pada pemilu presiden 2019 mendatang.
Lalu, dengan cara apa lawan politiknya menyerang Jokowi,
dalam kondisi skakmat untuk mereka di segala penjuru?